Faceless Girl

Baggas Prakhaza
Chapter #11

Di Antara Nasihat dan Harap

Arthan duduk di bangku kayu tua di taman yang sepi, tubuhnya lelah setelah kejadian di sekolah. Ia menunduk, memandangi tanah yang dingin, tetapi kehangatan suara lembut nenek Clara yang tiba-tiba muncul membuatnya mengangkat kepala.

“Arthan, apakah kau baik-baik saja?” tanya Clara dengan senyum lembut yang membawa ketenangan. Wajahnya penuh dengan kebijaksanaan dan kehangatan, seperti sinar matahari yang menembus kabut tebal.

Arthan mengusap air matanya dengan ujung seragam yang robek. Ia mengangguk, meskipun jelas bahwa hatinya masih berat. “Kenapa nenek tahu aku di sini?” tanyanya lirih.

Clara duduk di sampingnya, melipat tangannya di pangkuan. “Naluri, nak. Ketika ada orang yang membutuhkan tempat berlindung, taman ini sering menjadi tujuannya. Kau bukan yang pertama, dan mungkin bukan yang terakhir.”

Arthan tidak menjawab. Ia hanya memandang wanita tua itu dengan rasa ingin tahu yang bercampur kebingungan. Beberapa saat berlalu dalam keheningan, hingga akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya.

“Aku boleh bertanya sesuatu kepadamu, Nek?” suaranya pelan, seperti takut mengganggu kedamaian taman itu.

Clara mengangguk dengan senyuman lembut. “Tentu saja, nak. Apa yang ingin kau ketahui?”

Arthan mengalihkan pandangannya ke depan. “Bagaimana nenek bertemu dengan suami nenek?”

Clara tersenyum, matanya memancarkan kehangatan. “Kamu tahu tentang kami?” tanyanya dengan nada penasaran.

Arthan mengangguk pelan. “Aku sedikit tahu, Nek. Nenek bertemu dengan Kakek Darma di mimpi, kan?”

Clara tertawa kecil, suara itu membawa rasa nyaman yang sulit dijelaskan. “Hmm, ya, Arthan. Aku dan Darma sama-sama melalui hal yang tidak menyenangkan di masa lalu. Kami dipertemukan bukan karena bernasib sama, tapi karena kami saling memahami dan saling menghargai satu sama lain. Itulah kekuatan sejati dari hubungan yang tulus.”

Arthan termenung, mencoba memahami maksud dari kata-kata Clara. Ia memandang wanita tua itu dengan ragu, lalu bertanya, “Terus, Nenek, bagaimana Nenek tahu tentang mimpiku? Tentang wanita tanpa wajah?”

Clara tersenyum misterius. “Bukannya sudah jelas? Tempo hari, kau ke perpustakaan mencari petunjuk tentang mimpi itu, bukan?”

Arthan mengangguk perlahan, sedikit terkejut bahwa Clara tahu. Senyum di wajah wanita tua itu tidak pudar. “Arthan, mimpi adalah jendela jiwa. Wanita tanpa wajah itu adalah simbol sesuatu yang hilang dalam hidupmu, sesuatu yang kau cari tanpa kau sadari.”

“Tapi apa itu?” Arthan bertanya, suaranya penuh dengan kebingungan.

Clara menatap ke langit biru yang cerah. “Itu hanya kau yang bisa menemukannya, nak. Aku tahu bahwa jika kehidupan yang dijalani terasa pahit, akan ada bunga yang mengingatkan bahwa dunia ini juga penuh keindahan. Kau hanya perlu percaya.”

Lihat selengkapnya