Malam itu, Arthan terlelap setelah lelah dengan segala perasaan yang berkecamuk di hatinya. Namun, seperti malam-malam sebelumnya, ia kembali terjebak di dalam dunia mimpi yang terasa begitu nyata. Ia membuka matanya dan mendapati dirinya terbaring di atas hamparan rumput hijau yang lembut. Angin sepoi-sepoi bertiup, membawa aroma tanah dan dedaunan basah.
“Tempat ini lagi…” gumam Arthan sambil bangkit berdiri. Lapangan rumput yang luas ini terasa begitu akrab baginya. Ia memandang sekeliling, berharap menemukan sosok gadis tanpa wajah yang sering muncul di mimpinya.
“Dia pasti ada di sini,” pikirnya penuh harap.
Arthan berjalan ke tepi tebing yang dulu menjadi tempat favorit gadis itu. Namun, tebing itu kosong. Tidak ada gadis tanpa wajah yang menantinya di sana.
“Di mana dia?” tanya Arthan pada dirinya sendiri, merasa cemas. Ia mengalihkan langkahnya ke taman bunga yang terletak tak jauh dari sana. Tapi taman bunga itu pun sepi, hanya dihiasi oleh mawar putih yang bermekaran.
Waktu berlalu, dan meskipun ia sudah menjelajahi hampir seluruh tempat di lapangan itu, gadis itu tetap tidak terlihat. Arthan akhirnya duduk di bawah pohon besar yang rindang, mencoba menenangkan pikirannya. Hatinya terasa hampa, seolah-olah ia kehilangan sesuatu yang penting.
"Apakah dia tidak akan datang lagi ke mimpiku?" gumamnya, menatap langit yang cerah penuh bintang.
Tiba-tiba, suara senandung lembut terdengar dari kejauhan. Arthan tersentak. Ia mengenali suara itu—senandung merdu yang selalu menenangkan hatinya di dunia mimpi ini. Ia berdiri dengan cepat, mencoba mencari sumber suara itu.