Faceless Girl

Baggas Prakhaza
Chapter #20

Mimpi yang Membisikkan

Arthan berbaring di tempat tidur di kamar barunya. Udara malam yang sejuk mengalir masuk melalui jendela yang terbuka sedikit, membawa aroma dedaunan basah dari taman kecil di luar. Hatinya terasa campur aduk—antara rasa sedih karena mengingat tragedi yang menimpa keluarganya dan sedikit lega karena berhasil menemukan serpihan kenangan yang mempertemukannya kembali dengan cinta mereka. Rumah ini, dengan segala keheningan dan kisah tersembunyi, terasa seperti pelukan hangat dari masa lalu.

Namun, meski perasaan lega itu mulai meresap ke dalam dirinya, Arthan tidak bisa sepenuhnya mengabaikan beban emosional yang menghantui pikirannya. Perlahan-lahan, kelopak matanya mulai terasa berat, dan ia terlelap dalam keheningan malam, membiarkan pikirannya melayang ke dunia mimpi.

Dalam mimpi, Arthan tidak menemukan dirinya di tempat yang indah atau penuh kedamaian. Sebaliknya, ia berada di tengah hutan yang gelap dan menyeramkan. Pepohonan besar menjulang tinggi dengan cabang-cabangnya yang seperti tangan kurus, seolah mencoba meraih tubuhnya. Angin yang dingin dan berdesir di antara dedaunan membuat bulu kuduknya meremang.

Arthan berjalan perlahan, setiap langkahnya penuh kewaspadaan. Rasa bingung menyelimuti dirinya. "Ini di mana? Ini di mana?" gumamnya berulang kali sambil melangkah lebih jauh ke dalam kegelapan. Jalan setapak yang dilalui dikelilingi oleh semak belukar tebal. Setiap ranting yang menyentuh kulitnya seperti membawa sensasi dingin yang tidak wajar.

Namun, dari kejauhan, ia melihat secercah sinar. Cahaya itu bagaikan harapan kecil di tengah kegelapan yang mencekam. Arthan, dengan hati-hati namun penuh rasa penasaran, mulai berlari. Ia menepis ranting-ranting yang menghalangi jalannya, membiarkan tubuhnya menembus hutan yang semakin rapat.

Saat ia hampir mencapai sumber cahaya, langkahnya tiba-tiba terhenti. Di hadapannya, terbentang sebuah tebing yang curam. Hatinya berdegup kencang karena hampir saja ia terjatuh. Dari tepi tebing itu, ia melihat bulan yang besar dan bersinar terang, menggantung di langit malam seperti lukisan megah yang hidup. Arthan duduk di tepi tebing, menggoyangkan kakinya sambil memandangi keindahan bulan itu, merasa aneh tapi sedikit tenang.

Suara langkah lembut terdengar dari belakangnya. Sebuah tangan yang hangat dan lembut menyentuh bahunya. Arthan menoleh dan melihat gadis tanpa wajah yang selalu muncul dalam mimpinya. Kali ini, ia muncul tanpa suara, seperti bayangan yang berjalan tanpa membuat suara.

Meskipun terkejut, Arthan tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan rasa kagetnya. Gadis itu memiringkan kepalanya, tampak kebingungan. Arthan dengan sigap memperkenalkan dirinya. “Aku Arthan,” ucapnya dengan lembut.

Namun, gadis itu hanya mengangkat bahunya, seolah mengatakan bahwa ia tidak mengenalnya. Kebingungan mulai merayapi pikiran Arthan, tetapi ia tidak ingin menunjukkan rasa paniknya. Gadis itu perlahan menunjuk ke arah sebuah genangan air kecil di dekat mereka.

Lihat selengkapnya