Faceless Girl

Baggas Prakhaza
Chapter #22

Semesta Punya Cara

Arthan berjalan perlahan menuju bangku taman, tempat Laras duduk sendirian. Dari kejauhan, ia bisa melihat bahu gadis itu bergetar pelan, suaranya serak tertahan isak. Langkahnya terasa berat, tapi ada dorongan kuat dalam hatinya untuk mendekat. Ketika ia tiba, Laras mengangkat wajahnya perlahan, matanya yang merah dan basah karena air mata memandang ke arahnya.

“Kenapa kamu ke sini?” tanya Laras dengan suara lemah, suaranya bergetar karena sisa tangis.

Arthan tidak langsung menjawab. Ia hanya duduk pelan di samping Laras, menjaga jarak agar tidak terlalu dekat. Di tangannya, ia memegang buku Faceless Human yang telah Laras temukan untuknya di perpustakaan.

“Terima kasih, telah menemukan buku yang aku cari,” ucap Arthan, suaranya pelan namun penuh ketulusan.

Mendengar itu, Laras perlahan tersenyum, meski air matanya masih mengalir. Ada sedikit kehangatan yang muncul di wajahnya. “Terima kasih kembali. Jadi… kenapa kamu mengikutiku?” tanyanya sambil mengusap air mata di pipinya.

Arthan terdiam sejenak, berpikir sebelum menjawab. “Aku tidak tahu,” ucapnya akhirnya. “Tapi, mungkin semesta selalu menghubungkan orang-orang yang rapuh, agar mereka bisa menjadi lebih kuat untuk menjalani hidup di dunia ini.”

Laras tertegun mendengar jawaban itu. Kata-kata Arthan terdengar sederhana, namun memiliki kedalaman yang sulit dijelaskan. Ia menarik napas panjang, seolah mencoba menenangkan hatinya.

Setelah beberapa saat hening, Laras mulai berbicara. Suaranya pelan, seperti seseorang yang sedang mencoba membuka luka lama.

“Keluargaku… sudah lama hancur,” ucapnya, matanya menatap kosong ke depan. “Ayahku berselingkuh dengan wanita lain. Dia menghancurkan semuanya—ibuku, aku, rumah kami. Ibuku mencoba bertahan, tapi akhirnya mereka berpisah.”

Arthan mendengarkan dengan seksama, matanya tertuju pada Laras.

“Sekarang, ibuku sakit-sakitan. Dia selalu mencoba terlihat kuat di depanku, tapi aku tahu dia menderita. Sementara itu, ayahku… dia sibuk dengan wanita itu. Mereka hidup nyaman, sementara kami….” Laras terdiam, menggigit bibirnya untuk menahan amarah yang tiba-tiba muncul.

Lihat selengkapnya