“Permisi! Mau lewat dulu.” Sarah menyelipkan tubuhnya yang ramping dan tinggi di antara anak-anak Baker yang sedang ramai berlarian ke sana kemari. Ia membawa nampan besar berisi muffin dan kukis cokelat yang baru saja dikeluarkan dari dalam oven.
Isla, Lilian, Louis, dan Kris saling berseru dan bercanda dengan satu sama lain. Kris membawa pesawat-pesawatannya dan Isla membuat suara-suara aneh dari permukaan balon. Mereka tertawa. Armand yang paling pendiam duduk dengan posisi kepala ditundukkan, ia sedang menggambar di sebuah buku. Mia, anak sulung dari enam bersaudara itu dan yang paling dewasa, membantu Mrs. Thompson menata piring-piring kecil dan cangkir teh untuk acara piknik mereka sore ini.
Sarah menaruh nampannya di hadapan Mia dan Mrs. Thompson.
Sarah, menurutmu hari ini kita menyeduh teh hijau atau teh hitam?” Mia menoleh kepada Sarah, tangannya memegang dua kotak teh.
“Bagaimana jika teh hijau saja?”
“Baiklah.”
Mrs. Thompson menyusun scone terakhir di atas satu piring lebar. “Ah, iya, kita melupakan krim dam selai raspberrynya.” Ia mulai berdiri. “Aku akan ke dapur untuk mengambilnya.”
Mrs. Thompson berbalik dan segera menghilang ke dalam rumah. Lilian menjatuhkan dirinya di sebelah kakak perempuannya. Ia menjulurkan tangannya untuk mengambil satu kukis cokelat.
“Hm! Cokelatnya lumer!” anak itu menjilati bibir atasnya.
Louis yang mendengar seruan Lilian berhenti berlari. “Apa yang kau makan itu?” ia melangkah mendekat.
Lilian mengambil satu keping kukis lagi. “Kukis cokelat,” sahutnya. Ia mematahkan kukis itu menjadi dua. “Lihat, di dalamnya ada lelehan cokelat yang enak.” Lilian memberikan satu bagian kukis yang sudah patah kepada Louis.
Melihat Lilian dan Louis yang sudah berhenti bermain, dan sekarang malah duduk di atas tikar kotak-kotak yang terhampar di rumput, Isla dan Kris menjadi penasaran. Dan sesaat kemudian, keduanya sudah ikut serta menghabiskan beberapa keping kukis.
“Uh, kami belum selesai menata semuanya.” Mia mengeluh. Ia menatap sebal adik-adiknya yang sekarang sedang sibuk mengunyah. “Ini semua gara-gara kau, Lilian.”
“Hah, kenapa aku?” protes anak kedua Baker itu. Lilian mengambil satu keping lagi dengan rasa tidak bersalah. “Aku hanya makan kukis ini. Lagipula, kukis memang untuk dimakan, kan?”
“Tapi belum saatnya. Aku dan Sarah belum selesai menatanya.”
“Sarah saja tidak bilang apa-apa.” Lilian beralih kepada Sarah. “Iya, kan, Sarah?”