FAHRI, MALAIKAT KECIL KAMI YANG MENGARUNGI BADAI HISPRUNG

Mada Elliana
Chapter #12

Kenangan yang Berbicara

Setelah badai duka sedikit mereda dan rumah kembali sunyi dari riuhnya tamu takziah, kepergian Fahri meninggalkan kekosongan yang menganga. Namun, di tengah kehampaan itu, perlahan mulai bermunculan secercah cahaya: cerita-cerita kebaikan Fahri yang terkuak setelah kepergiannya. Kenangan-kenangan manis yang selama ini tersimpan, kini dibagikan oleh orang-orang di sekelilingnya, menjadi balsam penenang bagi hati Rina dan Satria yang terluka. Setiap cerita, setiap kutipan, seolah menjadi bisikan dari Fahri, menegaskan bahwa ia memang seorang malaikat yang hadir di antara mereka.

***

Suatu sore, seminggu setelah Fahri berpulang, Rina sedang menyiram tanaman di depan rumah. Tiba-tiba, seorang ibu penjual kerupuk langganan mereka berhenti di depan gerbang, matanya sembab. Ia sudah mendengar kabar duka. "Bu Rina," sapanya dengan suara bergetar, "turut berduka cita ya, Bu. Semoga Ananda Fahri Husnul Khotimah." Rina mengangguk, air mata kembali menggenang. Ibu penjual kerupuk itu lalu melanjutkan, suaranya pelan. "Saya itu sering melihat almarhum Fahri, Bu. Setiap dia pulang sekolah, dia selalu menghampiri saya kalau melihat saya kesulitan mendorong gerobak ini di tanjakan itu. 'Biar saya bantu, Nek,' katanya. Padahal dia sendiri masih kecil, Bu. Kalau tidak Fahri yang bantu, kadang saya harus minta tolong orang lewat. Dia anak yang sangat baik, Bu. Saya tidak akan pernah melupakan kebaikannya."

Kutipan itu menghantam Rina. Ia tidak tahu menahu tentang kebaikan kecil Fahri ini. Fahri tidak pernah bercerita. Hatinya teriris, namun juga menghangat. Putranya benar-benar melakukan kebaikan tanpa mencari pujian. Ia teringat bagaimana Fahri selalu memiliki empati yang besar, bahkan pada orang yang tidak dikenal. Cerita ini menegaskan kembali betapa tulusnya hati Fahri, dan betapa ia telah menyentuh banyak orang di sekitarnya, bahkan dalam hal-hal kecil.

***

Beberapa hari kemudian, saat Rina mengunjungi sekolah Fahri untuk mengurus surat-surat, wali kelas Fahri meminta Rina untuk bertemu dengan Budi, salah satu teman sekelas Fahri. Budi, seorang anak laki-laki yang terlihat sedikit canggung, menunduk saat Rina datang. Bu Guru menjelaskan bahwa Budi ingin menyampaikan sesuatu. Budi lalu memberanikan diri menatap Rina, matanya berkaca-kaca. "Tante, saya minta maaf," katanya lirih. "Dulu saya pernah mukul Fahri karena kesal kalah main bola. Saya kira dia akan marah atau melaporkan saya. Tapi dia tidak. Keesokan harinya, dia malah memberi saya bekalnya, katanya 'Budi makan ini biar semangat, jangan sedih lagi.' Dia tidak pernah membalas pukulan saya, malah memberi saya bekal, Tante."

Satria yang ikut mendampingi Rina, merasakan dadanya sesak mendengar pengakuan Budi. Ini adalah kisah yang pernah Fahri ceritakan, namun dengan versi yang begitu singkat dan tidak detail, tanpa menyebutkan nama Budi. Fahri memilih memaafkan dan memberikan kebaikan, alih-alih membalas dendam. Kutipan Budi ini adalah bukti nyata kerendahan hati dan kebijaksanaan Fahri yang luar biasa untuk anak seusianya. Ia tidak hanya pintar dalam pelajaran, tetapi juga dalam mengelola emosi dan menunjukkan kasih sayang. Cerita ini membuat Rina dan Satria semakin bangga pada putra mereka, sekaligus menyadarkan betapa besarnya jiwa Fahri.

***

Lihat selengkapnya