“Keindahan apa yang malah menyakitkan seseorang?
Adalah kemenawanan yang takdimiliki pengagumnya.
Kemenakjuban yang takbisa disentuh kulit dan disandari punggung.
Meski hati berpikir tiada keindahan yang takbisa dimiliki mata.”
KAU mungkin sadar. Harusnya sadar. Kita ini bersaudara. Meski tidak sedarah. Tapi jelasnya ada dua faktor yang menguatkan kita hingga kapan pun bersaudara: kau dan aku tiada bisa dipungkiri adalah anakcucu Adam dan Hawwa, dan karena pernikahan ambumu dan abiku menjadikan kita kakakberadik—entah siapa yang jadi kakak; dari segi umur kau seumuran Teh Dinni dan dari segi hukum ummiku ialah istri pertama. Kau atau mungkin aku tidak akan pernah peduli soal itu. Yang pastinya, kita memiliki kesamaan, ingin bebas dan terbang. Bersama yang sevisi.