Faith and Beats

Shabrina Farha Nisa
Chapter #3

Senandung Tak Terduga di Konser The Corrs

Malam itu, udara Jakarta terasa sedikit lebih bersahabat dari biasanya. Langit gelap membentang luas, dihiasi kerlip bintang yang samar-samar terlihat di antara polusi cahaya kota metropolitan. tetapi, di area Istora Senayan, bintang-bintang yang sesungguhnya baru akan bersinar. Ribuan orang telah berkumpul, memadati area konser, menciptakan lautan manusia yang berdenyut dengan energi antisipasi. Spanduk-spanduk besar bergambar The Corrs terpasang di beberapa titik, dan lagu-lagu hits mereka diputar melalui pengeras suara, semakin memanaskan suasana. Ini adalah malam yang telah lama dinantikan oleh para penggemar setia band legendaris asal Irlandia itu, termasuk Nisa.

Nisa berdiri agak di tengah kerumunan, tidak terlalu depan agar tidak terhimpit, tetapi juga tidak terlalu belakang agar tetap bisa melihat panggung dengan jelas. Ia datang sendirian, tetapi ia tidak merasa kesepian. Di sekelilingnya, ada ribuan orang lain yang berbagi kecintaan yang sama. Wajah-wajah penuh senyum, obrolan seru tentang lagu favorit, dan sesekali koor dadakan menyanyikan potongan lagu yang diputar. Nisa tersenyum, merasakan kehangatan komunitas instan yang terbentuk oleh musik. Ia mengenakan gamis biru dongker dan jilbabnya, sedikit berbeda dari kebanyakan penonton yang lebih kasual, tetapi ia tidak peduli. Malam ini adalah tentang musik, tentang The Corrs, tentang dirinya.

Jantungnya berdegup sedikit lebih kencang ketika lampu-lampu stadion mulai meredup, menandakan konser akan segera dimulai. Riuh rendah suara penonton seketika berubah menjadi sorak-sorai yang membahana. Nisa ikut berteriak, meluapkan kegembiraan yang telah ia pendam. Beberapa saat kemudian, satu per satu personel The Corrs muncul di atas panggung, disambut tepuk tangan dan jeritan histeris. Andrea Corr, dengan senyum menawannya, menyapa penonton dalam bahasa Indonesia yang terbata-bata tetapi terdengar manis. Sharon dengan biolanya yang ikonik, Caroline di balik set drumnya, dan Jim dengan gitarnya, semuanya tampak begitu bersemangat.

Intro lagu "Breathless" yang ceria langsung menghentak, dan seluruh stadion seolah meledak dalam euforia. Nisa ikut bernyanyi sekuat tenaga, setiap liriknya sudah ia hafal di luar kepala. Ia melompat kecil, menggerakkan tubuhnya mengikuti irama, melupakan sejenak semua beban dan kerumitan hidupnya. Lampu panggung berwarna-warni menari-nari, menciptakan suasana magis. Ia merasa benar-benar hidup, bebas, dan bahagia. Ini adalah Nisa yang jarang sekali muncul ke permukaan, Nisa yang hanya bisa ia temukan dalam dekapan musik.

Beberapa lagu berlalu begitu cepat. "Runaway" yang melankolis membuatnya sedikit berkaca-kaca, teringat masa-masa SMA saat lagu itu menjadi soundtrack patah hatinya yang pertama. Lalu "Summer Sunshine" yang ceria kembali membangkitkan semangat. Nisa benar-benar menikmati setiap detiknya. Ia tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya yang mungkin menatapnya aneh karena ia berhijab tetapi ikut berjingkrak. Malam ini, ia hanya ingin menjadi dirinya sendiri.

Di salah satu sudut yang tidak terlalu jauh dari Nisa, Reza Satria juga sedang menikmati konser. Ia berdiri sedikit lebih santai, tangannya bersedekap, tetapi kakinya ikut mengetuk-ngetuk lantai mengikuti irama. Berbeda dengan penampilannya yang biasanya penuh energi di atas panggung EDM, malam ini ia tampak lebih rileks, seperti penikmat musik pada umumnya. Ia mengenakan kaus band vintage, jaket denim, dan celana jins. Rambut pirangnya yang biasanya tertata rapi kini sedikit acak-acakan.

Lihat selengkapnya