Faith and Beats

Shabrina Farha Nisa
Chapter #11

Perjalanan Reza yang Semakin Dalam

Ikrar yang terucap di taman senja itu, di tengah badai penolakan keluarga Nisa, menjadi titik tolak baru bagi Reza. Ia tidak lagi hanya sekadar "tertarik" pada Islam karena Nisa atau karena rasa penasaran intelektual semata. Kini, ada urgensi yang lebih besar, sebuah kebutuhan untuk memahami secara mendalam agar bisa menjembatani perbedaan yang mengancam hubungannya dengan wanita yang sangat ia cintai. Ia sadar, kata-kata saja tidak akan cukup untuk meyakinkan keluarga Nisa. Ia harus menunjukkan kesungguhan melalui tindakan, melalui perubahan nyata dalam dirinya.

Malam itu, setelah pertemuan emosional dengan Nisa, Reza tidak bisa tidur. Pikirannya terus berputar pada ultimatum Ahmed dan Fatima, pada air mata Nisa, dan pada ikrarnya sendiri untuk belajar. Ia membuka kembali laptopnya, bukan untuk meracik musik seperti biasanya, tapi untuk kembali menyelami artikel-artikel dan video-video tentang Islam yang sebelumnya hanya ia sentuh permukaannya.

Dokumen PDF "Menggali Alasan Logis Memeluk Islam" kini ia baca dengan perspektif yang berbeda. Jika dulu ia lebih fokus pada argumen-argumen rasional tentang eksistensi Tuhan atau keunikan Al-Qur'an sebagai sebuah kepuasan intelektual, kini ia mencoba mencari relevansinya dengan situasi yang sedang ia hadapi. Bagaimana konsep tauhid bisa memberikan kedamaian pada Nisa? Bagaimana ajaran Al-Qur'an membentuk cara pandang dan etika keluarga Nisa? Bagaimana ia bisa menunjukkan bahwa ia menghargai dan bahkan mungkin bisa menjadi bagian dari sistem nilai tersebut?

Ia mulai lebih memperhatikan aspek etika dan panduan hidup dalam Islam yang dibahas dalam dokumen itu. Islam menawarkan sistem etika yang komprehensif, jawaban atas pencarian makna hidup. Reza merenung, apakah selama ini hidupnya memiliki makna yang jelas? Atau hanya berputar pada popularitas, musik, dan kesenangan sesaat? Ia melihat bagaimana Nisa begitu teguh memegang prinsip-prinsip moralnya, bagaimana keluarganya begitu menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Mungkin, inilah salah satu "kunci" untuk bisa diterima.

Ia juga semakin tertarik pada konsep Islam sebagai sebuah "sistem kehidupan yang paripurna dan komprehensif". Sesuatu yang mengatur berbagai aspek kehidupan secara menyeluruh, mulai dari spiritual, moral, sosial, hingga praktis. Ia mulai bertanya-tanya, apakah jika ia memahami dan menghargai sistem ini, keluarga Nisa akan melihatnya sebagai seseorang yang bisa diandalkan, seseorang yang bisa menjaga Nisa dengan baik?

Reza memutuskan untuk menghubungi Yusuf lagi. Kali ini, ia tidak hanya bertanya tentang konsep-konsep umum, tapi ia lebih fokus pada bagaimana Islam diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam konteks keluarga dan hubungan antarmanusia.

"Bro, gue mau tanya," kata Reza saat mereka bertemu di sebuah kedai kopi. "Dalam Islam, gimana sih seharusnya hubungan antara anak dan orang tua? Dan gimana kalau ada perbedaan pendapat yang besar, terutama soal pilihan hidup anak?"

Yusuf tersenyum. "Pertanyaan lo berat, Rez. Tapi bagus." Ia lalu menjelaskan tentang konsep birrul walidain (berbakti pada orang tua) dalam Islam, tentang bagaimana Islam sangat menekankan pentingnya menghormati dan mematuhi orang tua, selama perintah itu tidak bertentangan dengan ajaran Allah. Namun, Yusuf juga menjelaskan bahwa dalam urusan memilih pasangan hidup, anak memiliki hak untuk memilih, dan orang tua sebaiknya memberikan pertimbangan dan nasihat, bukan paksaan mutlak, terutama jika calon pasangan tersebut memiliki kualitas agama dan akhlak yang baik.

"Jadi, kalau gue bisa tunjukkin ke orang tua Nisa kalau gue serius mau jadi orang yang lebih baik, kalau gue serius mau belajar tentang agama mereka, apa itu bisa membantu?" tanya Reza.

"Insyaallah bisa, Rez," jawab Yusuf. "Ketulusan itu akan terlihat. Dan doa itu senjata orang beriman. Jangan pernah putus asa untuk berdoa dan berusaha."

Perkataan Yusuf itu semakin memotivasi Reza. Ia mulai menyusun rencana. Ia tidak bisa langsung berubah dalam semalam, tapi ia bisa memulai dari hal-hal kecil. Ia mulai lebih sering membaca terjemahan Al-Qur'an, mencoba memahami pesan-pesan di dalamnya. Ia bahkan meminta Nisa untuk mengajarinya beberapa surat pendek atau doa-doa harian, meskipun Nisa awalnya ragu dan khawatir Reza melakukan ini hanya karena terpaksa.

"Nis, aku serius mau belajar," kata Reza saat Nisa menunjukkan keraguannya. "Bukan cuma buat dapetin restu orang tua kamu. Tapi juga buat diriku sendiri. Setelah semua yang kita lewati, setelah aku banyak baca dan diskusi, aku merasa... ada sesuatu dalam Islam yang menarikku. Sesuatu yang bikin aku merasa... damai."

Melihat kesungguhan di mata Reza, Nisa akhirnya luluh. Dengan sabar, ia mulai mengajari Reza huruf hijaiyah, cara membaca Al-Qur'an meskipun masih terbata-bata, dan makna dari beberapa doa. Reza belajar dengan tekun. Ia memang belum merasakan getaran spiritual yang mendalam seperti yang sering Nisa ceritakan saat membaca Al-Qur'an, tapi ia merasakan ada semacam ketenangan dan fokus baru setiap kali ia mencoba melafalkan ayat-ayat suci itu.

Lihat selengkapnya