Setahun telah berlalu sejak hari pernikahan Nisa dan Reza Satria yang penuh berkah. Lima tahun yang terjalin dari untaian tawa, air mata haru, pembelajaran tiada henti, dan tentu saja, cinta yang semakin mengakar kuat. Apartemen mereka di salah satu sudut Jakarta Selatan kini bukan hanya sebuah tempat tinggal, melainkan sebuah istana kecil yang hangat.
Kehidupan pernikahan mereka adalah sebuah simfoni yang unik. Nisa, kini seorang wanita karir yang lebih percaya diri dan juga seorang istri yang penuh kasih, telah menemukan keseimbangan yang dulu begitu ia dambakan. Kecintaannya pada musik EDM tidak lagi menjadi rahasia yang membebani. Bersama Reza, ia bisa menikmati setiap genre musik dengan bebas, bahkan seringkali menjadi kritikus pertama untuk setiap demo lagu baru yang Reza ciptakan. Ia juga aktif dalam kegiatan sosial di lingkungan masjid dekat rumah mereka, menemukan kebahagiaan dalam berbagi dan membantu sesama. Sosoknya yang dulu seringkali diliputi keraguan dan ketakutan, kini memancarkan aura ketenangan dan kepastian.
Reza Satria, sang DJ Rez G, juga telah melalui transformasi yang luar biasa. Statusnya sebagai seorang mualaf tidak lagi menjadi sekadar label, melainkan telah mendarah daging dalam setiap aspek kehidupannya. Ia tidak hanya rajin menjalankan ibadah wajib, tapi juga terus memperdalam pemahaman agamanya. Diskusi-diskusinya dengan Ustadz Rahman atau Yusuf masih sering ia lakukan, tetapi kini dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendalam, lebih filosofis. Ia menemukan bahwa Islam bukan hanya tentang ritual, tapi tentang cara pandang hidup yang menyeluruh, yang memberinya kedamaian dan tujuan.
Kariernya sebagai DJ pun ikut berevolusi. Ia memang tidak sepenuhnya meninggalkan panggung-panggung besar, tetapi ia menjadi jauh lebih selektif. Ia lebih sering tampil di acara-acara yang memiliki pesan positif, festival musik yang lebih beragam genre, atau bahkan acara-acara amal. Musiknya sendiri mengalami perubahan yang signifikan. Dentuman bass yang dulu mungkin terasa "gelap" dan liar, kini lebih sering berpadu dengan melodi-melodi yang terinspirasi dari keindahan alam, kearifan lokal, atau bahkan sentuhan-sentuhan spiritual. Proyek "Faith and Beats" yang dulu hanya sebuah ide, kini telah menjadi ciri khasnya. Beberapa lagunya yang menggabungkan elemen musik elektronik dengan lirik-lirik puitis tentang cinta universal, kedamaian, dan rasa syukur, ternyata mendapatkan sambutan yang luar biasa, tidak hanya dari komunitas Muslim, tapi juga dari pendengar musik elektronik secara umum yang merindukan sesuatu yang lebih dari sekadar hingar-bingar.
"Siapa sangka, ceramah Ustadz Rahman tentang keindahan Asmaul Husna bisa jadi inspirasi buat breakdown lagu trance ya?" kata Reza sambil tertawa suatu sore, saat ia dan Nisa sedang bersantai di balkon apartemen mereka, menikmati teh jahe hangat buatan Nisa. Nisa tersenyum. "Kan aku sudah bilang, inspirasi itu bisa datang dari mana saja, Rez. Yang penting niat dan cara penyampaiannya." "Benar, Sayang. Kamu memang guru terbaikku, dalam banyak hal," Reza menggenggam tangan Nisa, menciumnya dengan lembut.
Hubungan mereka dengan keluarga Nisa kini telah mencapai titik harmoni yang dulu terasa mustahil. Ahmed dan Fatima telah sepenuhnya menerima Reza sebagai menantu mereka, bahkan seringkali membanggakan kesungguhan Reza dalam belajar agama dan bagaimana ia membawa pengaruh positif bagi Nisa. Mereka melihat bagaimana pernikahan ini telah membuat putri mereka semakin dewasa, bahagia, dan juga semakin taat. Tak jarang, Ahmed mengajak Reza untuk salat Jumat bersama, atau berdiskusi tentang isu-isu keagamaan dengan hangat. Fatima pun kini seringkali meminta Reza untuk mencicipi masakan barunya, atau sekadar berbagi cerita tentang kegiatan sehari-hari. Pernikahan mereka menjadi bukti bahwa setelah kegelapan kesalahan, selalu ada cahaya pengampunan bagi mereka yang tulus kembali.
Suatu hari, Nisa memberikan kejutan pada Reza. Dua buah tiket pesawat dan sebuah brosur perjalanan. "Ini apa, Nis?" tanya Reza penasaran. "Hadiah ulang tahun pernikahan kita yang kelima, sekaligus mewujudkan salah satu mimpimu dulu," kata Nisa sambil tersenyum. Reza membuka brosur itu. Matanya membelalak. "Maroko? Kita akan ke Maroko?" Nisa mengangguk antusias. "Iya! Kita akan menjelajahi keindahan Fes, Marrakech, melihat gurun Sahara, dan tentu saja, mencari inspirasi musik baru di sana!" Reza tak bisa berkata-kata. Ia memeluk Nisa dengan erat. "Kamu adalah wanita paling luar biasa yang pernah aku kenal," bisiknya haru.