Faith

Aque Sara
Chapter #2

2

Sekitar empat tahun lalu….

"Anakmu itu sudah dua puluh tujuh tahun! Sudah waktunya menikah!" bentak Ayah. Ibu, seperti biasa, duduk diam menundukkan kepala sambil memijit-mijit lutut. Aku tahu lutut Ibu tidak bermasalah. Itu cuma kebiasaan Ibu yang tidak tahu harus bereaksi apa setiap kali Ayah sedang marah-marah.

"Lihat, semua teman-teman SD-nya sudah punya istri, bahkan ada yang sudah punya dua anak! Sementara anakmu itu," Ayah menuding mukaku, "pacaran saja belum pernah. Seperti orang yang tidak laku. Memalukan!"

Kedua tanganku terkepal. Ada rasa sakit yang seketika mengiris hati, menghujam jantung. Di telingaku, kalimat Ayah barusan terdengar sangat kejam.

Umurku memang telah menginjak 27 tahun. Banyak dari teman-teman masa kecilku yang sudah menikah dan punya anak. Tetapi, haruskah aku menjadikan itu sebagai tolok ukur? Aku bukan mereka, dan mereka bukan aku. Standar kebahagiaan setiap orang pasti berbeda, kan? Ah. Cara berpikir orang tuaku memang kolot.

Di luar sana, banyak orang—baik pria maupun wanita—yang berumur di atas 30 tahun dan masih lajang, dan tetap berbahagia dengan kehidupannya. Pernikahan bagiku butuh psikologis yang matang. Dan secara psikologis, aku merasa belum siap untuk berumah tangga.

"Asal kamu tahu, Gun, di zaman Ayah dulu, umur dua puluh tahun dan belum menikah sudah tergolong perjaka tua. Aib keluarga!" Ayah melotot, berkacak pinggang.

Itu salah satu yang kubenci dari Ayah. Dia hobi membanding-bandingkan dirinya, tidak hanya denganku, tetapi juga dengan orang lain. Merasa bahwa dirinyalah standar sempurna untuk segala hal. Egosentris, mungkin itu istilah yang tepat.

Aku melirik Ibu. Dia semakin menunduk sambil masih memijit-mijit lututnya yang sebenarnya baik-baik saja.

"Pokoknya kamu harus mau menikah dengan Catri. Titik!" bentak Ayah lagi. Kali ini sambil menggebrak daun pintu. Ibu terlonjak kaget, lalu menunduk lagi. Tidak tega rasanya melihat muka ibu sekarang.

Dan itulah trending topic di ruang tamu rumah kami. Perjodohan. Lebih tepatnya, Ayah memaksaku menikah dengan seseorang yang sama sekali belum kukenal.

Lihat selengkapnya