"Habis ini kita pergi ke dokter," kataku, bersedekap dan menyandarkan badan pada lemari jumbo.
"Dokter yang mana?" Catri menatapku. Dia sedang melipat pakaian yang baru diangkat dari jemuran. "Kalau dokternya laki-laki, aku tidak mau."
"Ke bidan."
"Di mana?"
"Di desa sebelah ada bidan kandungan. Bidannya perempuan."
"Ya sudah. Terserah Mas Guntur."
Aku mengangguk, lantas mengambil pakaian ganti, melangkah menuju kamar mandi.
Beberapa hari terakhir, Catri sering mual dan terkadang muntah-muntah. Indera penciumannya berubah sangat sensitif sekarang. Kalau sedang memasak dan mencium bau bumbu, perutnya langsung terasa mual, tidak jarang disertai pusing.
Awalnya kukira dia cuma masuk angin. Tetapi setelah kuperhatikan lebih seksama, jangan-jangan dia hamil. Karena itu kami berencana menemui dokter atau bidan kandungan. Itu juga saran Ibu.
***
"Kenapa bidan harus seorang perempuan, Mas?" tanya Catri.
Dalam perjalanan pulang dari tempat bidan, kami sengaja mampir ke sebuah warung tenda yang menjual martabak. Catri bilang dia tiba-tiba ingin menikmati martabak telur.
Ah, masa iya ngidam? Jangan-jangan memang ngidam?
"Di Indonesia, semua bidan adalah perempuan. Menurut Ikatan Bidan Indonesia, bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan kebidanan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Wewenang tersebut berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jadi yang namanya bidan ya memang perempuan. Peraturannya begitu." Aku menunjukkan artikel yang kutemukan di internet.
"Oh, berarti semua bidan memang perempuan, ya?" Catri manggut-manggut, terus membaca artikel yang kutunjukkan kepadanya.
Bakda Magrib, pertigaan Pasar Lor penuh sesak, didominasi kendaraan roda dua. Orang-orang yang pulang kerja, anak-anak SMA yang sekolah menggunakan motor—aku yakin mayoritas dari mereka belum punya SIM—muda-mudi yang berboncengan....
Ah, jalanan di kota kecilku semakin hari semakin padat. Jumlah kendaraan bermotor meningkat, namun tidak sebanding dengan kapasitas jalan. Mungkin beberapa tahun dari sekarang, lalu lintas di pertigaan pasar ini juga akan sering mengalami macet.
"Eh, tidak juga, Mas!" Catri menarik-narik lenganku. Heboh sendiri.
Iya. Menurut bidan yang tadi kami temui, Catri sedang hamil muda. Dan sejak mengalami hamil muda, tingkahnya menjadi rada-rada aneh. Mood-nya sering berubah-ubah. Sikapnya juga terkadang suka lebay.