Cha Jung Won POV
Waktu bergulir tanpa henti. Waktu cepat sekali membawaku sampai di muka kelas. Ruang kelas yang terlihat lebih rapi dibandingkan ruang kelas sekolahku dulu. Jika dulu aku selalu jadi kaum minoritas dengan mata sipit, di sini wajah kami terasa sama. Untung saja wajahku cukup memikat sehingga teman-temanku di London tidak pernah membuatku merasa menjadi minoritas. Mereka baik padaku, pun sebaliknya. Ah, jadi teringat masa lalu.
"Neo nugu ni[1]?" Tiba-tiba suara Seonsaengnim perempuan yang terdengar cempreng membingungkanku.
"Siapa? Siapa yang siapa?" Aku menoleh ke arah belakangku. Melarak-lirik sekeliling, barang kali ada si siapa yang di maksud Seonsaengnim itu.
"Kau!" Aku diam sejenak mengartikan tiap huruf yang keluar dari mulut guru itu. Kenapa aku tiba-tiba bodoh begini? Apa semua karena Kim Na Ra, gadis sombong itu? Ah, sudahlah Mike fokus pada sekolahmu saja.
“Oh, saya? Joneun[2] Cha Jung Won, Seonsaengnim." Terdengar beberapa keributan kecil di bagian tempat duduk siswa perempuan.
Wau, jeongmal jal saeng-gyeoss-eo![3]
Wau, anak baru nih!
Keren! cool!
Oh my God! He’s handsome boy!
Ya, Tuhan malaikat di depanku sungguh sangat memesona!
Ayo, duduk di sebelahku! Please!
&%@#%^&*( rrrgg tppyt yyhht #@%*^%$
"Ssstt, sudah tidak perlu berbisik-bisik seperti itu! Jung Won, kau baru pertama kali masuk sekolah, kenapa sudah terlambat?" Guru bersuara cempreng itu menghentikan bisikan-bisikan di bangku perempuan dan langsung memberondongku dengan berbagai pertanyaan seputar keterlambatanku.
Desas-desus itu semakin meyakinkanku bahwa tidak lama lagi akan ada Fans Club season dua.
Perkenalan telah selesai. Waktu interogasi bagai narapidana pun telah terlewati. Karena terlambat masuk kelas aku harus menerima ceramah panjang dari guru itu. Baiklah, waktunya duduk! Kursi keempat dekat jendela barisan pertama dari meja guru adalah tempat yang strategis. Setidaknya aku bisa leluasa bersembunyi dari pandangan Seonsaengnim, kalau aku bosan belajar dan pastinya aku juga bisa memainkan kamera-ku sambil memotret ke arah luar jendela.
"Baik, buka buku halaman 129!" perintah Seonsaengnim itu.
Aku tidak terlalu memperhatikan pembelajaran karena guru itu sedang menjelaskan mata pelajaran Bahasa Inggris. Bahasa yang sering kugunakan sehari-hari selama lebih dari 8 tahun. Tentu saja aku sudah lebih paham apa yang diajarkan. Bahkan, materi yang dijelaskan itu adalah materi dasar yang sudah kupelajari ketika duduk di Junior High School.
Aku lebih sibuk mengamati suasana di kelas baruku ini. Kelasku cukup luas dengan ukuran bangunan sekitar 15 x 20 meter persegi. Di sebelah kanan terdapat delapan buah jendela yang menghadap ke koridor sekolah dan di masing-masing sisinya terdapat pintu. Pintu bagian depan biasanya digunakan oleh guru, sedangkan pintu belakang biasanya dipakai oleh siswa. Di sebelah kiri juga terdapat sepuluh jendela yang menghadap ke arah luar langsung menuju taman belakang sekolah dan lapangan.
Di tembok belakang kelasku terdapat loker siswa bercat abu-abu. Di pojok belakang dekat pintu kelas terdapat alat-alat kebersihan seperti sapu, pengki, kemoceng, dan alat pel. Di dinding belakang juga terpasang jam dinding bulat berwarna putih.