Fake World

Springkel9
Chapter #5

Killer

Tangan Aurora bergetar hebat. Keringat membuat helaian rambut menempel di wajah cantiknya. Bibirnya terkulum dengan napas tertahan dan jantung berdentung nyaris meledak di dalam dirinya. Jari telunjuknya siap menekan pelatuk jika Xavier berani bergerak dan menyerangnya tiba-tiba. Dia tidak begitu tahu bagaimana caranya menembak, semua bayangan film aksi yang pernah dia saksikan menjadi satu-satunya petunjuk, meski berat senjata di tanganya tidak seringan yang terlihat.

Xavier mengangkat tanganya. Dengan cepat Aurora mengarahkan pistol mengikuti gerakan pria jangkung itu. Dia tidak menyerang, hanya mengusap rambutnya ke belakang. Wajah Xavier masih sama sulit terbaca.

“Letakan pistolmu,” kata Xavier kemudian. “Kau tidak akan menembak siapa pun!”

Aurora berusaha tertawa menyembunyikan kegugupan serta ketakutan dalam darahnya kini. “Aku tidak takut, aku bisa meledakkan kepalamu, saat ini juga.”

Xavier melangkah perlahan. Pria itu tidak mundur meski ujung pistol kini menyentuh kemeja hitamnya.

Tenggorokan Aurora menjadi sangat kering, saat saliva lengser sensasi mencekik tercipta di sana. tanpa sadar dia mengundurkan kakinya. lelaki di depanya tidak mengenal rasa takut.

“Bebaskan aku!” bentak Aurora, kini dia tidak bisa lagi menahan getaran dalam suaranya.

Xavier masih tidak bergeming. “Baik lah, aku takut!” kata Xavier akhirnya.

Aurora jelas tahu, pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. Namun, tubuhnya malah memberikan respons yang tidak menyenangkan, lemas. Saat yang sama, tanpa bisa dicegah oleh dirinya, kaki Xavier melayang ke perutnya, mendorongnya masuk ke dalam kamar, secepat itu dia merampas pistol, lalu menarik pintu kamar.

Rasa sakit menyebar sangat cepat di perut Aurora, dia membungkuk memegangi perutnya. Air mata menganak suangi di pipinya yang sempurna. “Ayah, Ibu, Jordan,” isaknya, ”di mana kalian, aku ingin pulang, aku ingin pulang!”

***

Xavier memegang gagang pintu erat dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya menyambar ponsel dari saku, mencari nomor Meggan.

“Gadis bodoh!” desisnya. “Dia pikir aku tidak tahu gerakannya hanya sekedar gimik. Gadis dengan tampang seperti dia mana bisa menembak.”

“911! Where and what your emergency?” suara Megan terdengar pelan dari seberang.

Lihat selengkapnya