Xavier melirik jam tangan hitam di tanganya, lalu beralih ke langit kelabu. Sulit sekali mengetahui kondisi cuaca saat langit kota dipadati oleh kelabunya polusi, corong-corong pabrik mengarak bak batang rokok raksasa yang tidak pernah berhenti mengepulkan asap kotor mereka. Kondisi kota saat ini berbanding terbalik dengan tempat tinggalnya saat masih kecil, tepi pantai berair jernih dengan pasir putih nan lembut, nyaman di kaki. Meski begitu, kaki Xavier kecil pernah tertusuk kerang tajam sekali, hal itu memberikan trauma besar dalam hidupnya. Ia kapok berjalan di pantai tanpa alas kaki.
Di depan restoran makanan cina dia berdiri menghadap jalanan yang padat dengan kendaraan dan beberapa pejalan kaki. Dia berusaha mungkin tidak tampil mencolok dengan menanggalkan pakaian hitamnya. Jaket levis biru usang kaos putih dan bawaan celana biru gelap mendekati hitam menjadi pakaiannya. Mereka sebenarnya bebas saja berbuat tindak kriminal, hanya saja Xavier malas berada di balik jeruji, dia sudah pernah mengalaminya, dan itu bukan pengalaman yang menyenangkan, akerana harus bersosialisasi dengan para pelaku kriminal lain.
Megan muncul dengan motor besar berwarna biru dengan steker Jack The Reaper di salah satu sisi. Dia menggunakan pakaian biasa sekarang. Baju kaus hitam dan celana putih juga sepatu kets hanya polesan lipstik coklat yang tidak dia hilangkan. Melihatnya begini, di kalangan mereka akan menyebutnya anak kecil atau remaja masa pertumbuhan nyasar.
“Kau terlihat seperti seorang pria yang ingin berkencan,” komentar Meggan saat motornya berhenti.
“Aku tidak meminta pendapatmu!” balas Xavier kesal. Meggan yang memintanya bertemu di depan restoran makanan cina ini.
Meggan tersenyum, menunjukkan sepasang gigi depannya yang besar dan panjang seperti seekor kelinci.
“Aku lapar, aku akan memesan makanan dulu sebelum berangkat. Lagi pula, ada ratusan orang di rumah, mengapa mereka selalu memilih kita untuk melakukan ini?” gerutu Meggan.
“Kau sudah setuju!” Xavier mengingatkan.
Meggan masuk ke dalam restoran dan kembali beberapa menit kemudian. Dia mengenal pemilik restoran itu dengan sangat baik.
Bersamaan setelah itu mereka berjalan meninggalkan restoran. Meggan masih dengan motornya dan Xavier menggunakan mobil hitamnya, tujuan mereka seperti yang sudah dititahkan oleh Rayden mengawasi rumah Brayden.
Mansion besar milik Brayden Weston dikelilingi oleh rimbunan hutan dari aneka pepohonan tinggi dan semak-semak berduri. Sangat mudah untuk menyembunyikan diri di sana. kebodohan seorang Weston.
Liam dan Greg duduk dengan tenang, bersandar pada batang pohon dengan masing-masing notebook di tangan. Mereka berdua adalah duo terbaik dibidangnya.
Meggan menyodorkan makanan yang dia bawa, lalu bertanya, “ada perkembangan terbaru?”
Greg menggeleng. “Semuanya selama satu jam belakangan ini terlihat sama dan membosankan. Si pria sombong dengan perut rata karena operasi plastik itu hanya mondar-mandir tidak jelas di ruangan kerjanya, sedangkan si istrinya itu duduk terisak di kamar.”
“Kau melupakan sesuatu, Dude,” kata Liam cepat. “Meggan, harusnya kau ada di sini saat pasangan tua dan payah itu berdebat mengenai anak mereka. Dan mengenai Jordan. Kalian harus melihat bagaimana rupanya saat melihat isi vidio pengawas. Kepalamu selalu penuh dengan ide gila, Meggan.”
“Meggan is the best with little beast in her blood!” Meggan menyombongkan diri sembari menepuk dada.