Jordan mengakui lawannya berhasil membuat darahnya menajak panas ke kepala. Rekaman CCTV itu sudah mempermainkannya dengan sangat baik. Jika rasa percaya dirinya sedikit lebih rendah dan mau mengakui ucapan Brayden, rasanya mungkin tidak seburuk ini, seperti permen karet bekas terinjak sepatu
Di dalam ruang kerjanya yang dipenuhi dengan trofi dan penghargaan atas apa yang sudah dia kerjakan selama lima tahun menjadi Polisi bagian investigasi tindak kriminal, Jordan membenamkan kepala di antara kedua telapak tangan dengan jari-jari panjangnya yang pucat. Dalam sekali usapan kasar, rambut cokelatnya berantakan. Kepalanya terangkat, alisnya menukik tajam serta mata yang membara.
“Shit!” desisnya perlahan. “What the bastard want!
Pintu kaca putih bergambar simbol Kepolisian mereka terbuka perlahan, cepat-cepat Jordan menyembunyikan kekesalannya dan bersikap wajar
“Mr. Grayson, pengajuanmu untuk cuti diterima.” Shelly Frank masuk ke dalam ruangan kerjanya dengan selembar kertas di tangan. Dia salah satu opsir andal di kantor mereka. wanita berkulit cokelat, dengan darah India kental itu sudah menikah dan memiliki seorang anak yang tampan, Jordan menyukainya
“Terima kasih,” ucap Jordan sembari menerima uluran Shally
“Hendak ke mana? Kau tidak pernah menginginkan ini sebelumnya?” tanya Shelly dengan mata menyipit penuh curiga
“My head need vocation,” bohong Jordan. Dia tidak akan mengatakan dengan jelas jika calon Ayah Mertuanya menginginkan dia menyelamatkan kekasihnya tanpa melibatkan kepolisian, takut mati lantaran harga dirinya terinjak
“Aku harap itu adalah kabar tentang statusmu,” komentar Shelly. “Well, enjoy your day!” Shelly beranjak ke luar
Jordan menghela napas, memasukkan surat cutinya ke dalam laci, tidak dibutuhkan lagi
Setelah mengunci kantornya, dia berjalan ke lapangan parkir masuk ke dalam mobilnya dan menghubungi Brayden
“Ada kabar terbaru?” tanyanya langsung tanpa basa-basi