Megan berdiri di tepi jalan, tepatnya pada pembatas sungai. Matanya menerawang jauh ke deretan gedung pencakar langit yang berdiri tegak jauh di seberang sungai. Hari semakin gelap, lampu-lampu jalan mulai berkedap-kedip. Tangan Meggan tersilang di dada, dia berdiri tegap, sambil sesekali, kaki mungil yang berbalut sepatu lars hitam, berjinjit lalu turun dengan cepat. Dilihat dari kejauhan dia tampak seperti turis asing yang sedang tersesat, bingung menentukan arah.
Wajah Meggan ditutupi oleh masker hitam. Jujur dia benci menggunakan benda itu. Namun, dia tidak memiliki pilihan selain menutupi fakta bahwa, daerah hidung sampai dagu dibalut oleh darah. Amisnya terperangkap di dalam. Andai saja, si gila Legolas tidak menyerangnya dan mau mengalah Meggan tidak akan menggunakan mulutnya untuk meloloskan diri dan melenyapkannya.
Bukan sekali atau dua kali, Meggan mendapatkan kejutan saat mengantarkan paket bersisi obat terlarang. Mereka para pemesannya yang sesungguhnya tidak memiliki uang, atau tidak menerima kenyataan jika barang pesanan mereka mengalami kenaikan harga dalam hitungan jam. Kejadian bersama Legolas, si pecandu gila siang tadi seharusnya tidak pernah terjadi.
Legolas, tadi dalam keadaan mabuk berat. Aroma alkohol merebak saat dia membuka pintu kabinnya di tengah hutan. Dia seorang pelukis dengan ide brilian, lukisannya banyak laku terjual, tetapi dia memiliki kecanduan pada ganja dan tentu saja minuman keras. Rencananya Meggan, hanya akan memberikan obatnya lalu pergi, pembayaran bisa dilakukan nanti, soal bukti dia menyisipkan kamera kecil di balik jaket kulit hitamnya.
Malang, baru saja mata Megan menangkap sosok berhidung panjang bertubuh kurus seperti sapi di tengah gurun. Pria mabuk itu mengarahkan tinjunya ke hidung Megan. Tidak ada waktu untuk menghindar, apa lagi merogoh senjata. Meggan membungkuk, sembari memegangi hidungnya yang berdarah. Legolas kembali melayangkan aksi. Kali ini dia menarik tangan Megan, mengucinya erat di belakang.
Megan mengangkat bahunya serentak . Seluruh tenaga dia kerahkan. Dengan sepatu hitam nan berat, dia menginjak kaki Legolas hingga pria itu melepaskan cengkeraman.
Tangan Legolas terlepas, secepat mungkin Megan mengarahkan tendangan ke perut kurus tanpa baju milik si empunya kabin. Megan meneriakkan sumpah serapah dan ingin segera pulang saja. Namun, Legolas tidak menyerah. Dalam keadaan teler atau pun tidak, pria itu memiliki manajemen emosi yang sangat buruk.
Legolas lagi-lagi menarik tangan Meggan, memutar tubuhnya cepat lalu mendorongnya hingga jatuh tidak berdaya menabrak deretan kanvas yang berjejer di dalam ruangan sempit.
“Kau keparat, Jace. Kau menaikkan harga ganja padaku! Dasar sialan!” raung Legolas, dia mendekat ke arah Meggan yang tengah berusaha untuk bangkit.
Meggan meraih ember besi berisi kuas dan air, menyiramnya pada Legolas. Demi setan mana pun, dia sedang tidak ingin menjadi malaikat maut hari ini. Paling tidak dia menggenapi rekornya selama satu bulan.
Legolas makin marah, sosoknya menjadi seperti api ketumpahan bensin.
“Akan kuhapus kau dari list kami sekarang!” ancam Megan sembari berdiri. Dengan tangan kananya dia menghapus darah yang masih merembes.