Fall

Fatahin Haqi
Chapter #1

1

Sunyi. Jalanan itu sunyi. Tak ada penerangan sama sekali. Hanya sebuah lampu bohlam berwarna kuning yang cahayanya mulai meredup. Aku berjalan perlahan dengan koperĀ  di tangan kananku. Jalanan itu menanjak. Membuatku harus mengeluarkan tenaga ekstra karena koper yang kubawa cukup berat.

"Perlu bantuan?" tanya seseorang entah darimana.

Aku mencari ke segala penjuru arah. Tak ada siapapun. Membuat seluruh bulu kuduk berdiri. Apalagi, malam ini sangat dingin dengan angin yang terus menusuk kulitku.

"Ng-ngga perlu," jawabku yang masih tidak tahu orang itu dimana.

Tiba-tiba, cahaya berwarna putih menyilaukan mataku. Membuat penglihatanku kabur. "What are you doing, Man?"

Derap langkah sepatu terdengar menusuk telinga. Orang itu menghampiriku sembari terus mengarahkan senternya ke mataku. "Kau tahu kenapa keledai jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya?"

Aku terdiam. Cahaya itu semakin terang. Aku menutup mataku. Berusaha untuk menghindar dari cahaya itu.

"Aku tanya padamu, kenapa keledai jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya?"

Terdiam. Aku terdiam. Orang itu menyentuh dagu. Sebuah benda dingin menyentuh bahuku. Aku yakin itu adalah pisau.

"Jawab!" teriak orang itu. Derap langkah kakinya seolah mengitariku. Membuat pisaunya melingkar hingga ke leher.

Aku menelan ludah. Sekujur tubuhku kaku. Bulu kuduk yang tadinya berdiri seakan ingin copot bersamaan dengan jantung yang berdetak dengan cepat ini.

"Ngga mau jawab, Bima Adiputra?" tanya orang itu yang nampaknya berhenti didepanku.

Tubuhku bergetar. Entah bagaimana orang itu bisa mengetahui namaku. Mata yang sedari tadi tertutup, kucoba untuk buka.

Cret!

ARGGHH! Rasanya sakit dan perih. Pisau itu menusuk mata kananku. Membuat cairan kental hangat berwarna merah mengalir membasahi pipi. Aku merintih. Mencoba untuk berteriak namun tak memiliki banyak tenaga.

Orang itu perlahan menarik pisau yang menancap cukup dalam di rongga mataku. Rasa perih menjalar ke otakku. Membuat rasa sakit yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Rasa sakit yang bisa saja meledakkan kepalaku.

ARRGGHH! Ujung pisau itu tepat di permukaan. Aku dapat merasakan orang itu memutarkan pisaunya. "To-to... "

"Hah? Apa yang coba kau katakan? Suaramu begitu menyedihkan hingga hampir membuatku kasian," ucap orang itu sembari terkekeh.

Aku tertunduk didepan orang itu. Membuat pisau itu terlepas dari mataku. Mencipratkan cairan kental kemana-mana. Koper yang sedari tadi kupegang terlepas dan meluncur dengan mulus ke ujung jalan.

Lihat selengkapnya