Rasanya sudah ribuan kali aku menguap siang ini. Shift pagi akan berakhir sebentar lagi. Sebentar lagi. Maksudnya, masih tiga jam lagi, goblok! Kulirik teman satu shiftku. Maya namanya. Anjir! Dia memang nyebelin pakai banget. Kalau satu shift dengan dia, dijamin bakal mati kutu dan jadi zombie sepanjang waktu. Kerja dengannya seperti kerja dengan tembok. Tidak ada ngobrol, tidak ada humor. Serius. Tegang. Horror. Sudah berapa kali aku melakukan kesalahan yang tak disengaja dan dia ngoceh-ngoceh bak mak lampir. Siapa juga sih yang nggak pernah salah? Apalagi sebagai anak baru…
Aku menguap lagi untuk yang kesekian kalinya. Dan untuk kesekian kalinya juga aku menghabiskan permen jahe yang ada di meja resepsionis. Kulihat permen jahe di atas mangkuk kaca kecil itu hanya tersisa tiga buah lagi. Haduuuhhh…! Kerjaku hanya mengeluh dalam hati setiap kali satu shift dengan Maya. Menambah dosa saja! Sementara jam masih menunjukkan pukul dua belas. Kapan berakhirnya penderitaanku?
Di saat aku sedang asyik menggerutu dalam hati, empat orang pria berkemeja datang masuk ke lobi hotel. Bellboy membantu mereka membawakan koper-koper mereka. Pasti mereka adalah bos-bos yang datang untuk menginap di sini untuk keperluan bisnis. Aku nyengir kecil, sok tahu, kataku dalam hati. Teman-temanku menyebut orang-orang macam mereka itu excecutive muda. Maksudnya masih muda tapi berduit banyak. Salah satu excecutive muda itu berjalan mendekati meja resepsionis. Kemejanya yang terlihat rapi dan licin berwarna putih dengan lengan panjang yang ditekuk sampai ke siku. Dengan malas aku membenarkan posisi berdiriku dan merapikan blazerku. Jangan sampai si Maya nyonya judes berkomentar lagi.
“Selamat datang di The Rich Lotus Hotel. Ada yang bisa saya bantu?” sapaku pada si excecutive muda dengan memberikan salam sapaan wajib hotel tempatku bekerja.
Excecutive muda yang berkemeja putih tersebut tersenyum. Wajahnya kebapakan dan terlihat ramah. “Sudah booking atas nama Jimmy.”