Hari ini adalah hari check-out Jimmy Halim. Mataku menelisik dengan cermat di daftar check-out hari ini. Kebetulan hari ini hari Jumat dan aku in-charge dengan Raffi. Jam dinding lobi sudah menunjukkan jam dua belas siang. Raffi tentu saja bergegas untuk Jumatan. Aku bersyukur hari ini hotel cukup sepi sehingga tidak banyak aktivitas dan drama. Karena hari ini adalah hari terakhir Jimmy Halim menginap, aku sudah berniat dan berencana melayaninya saat check-out. Aku harus menyelidiki siapa dia melalui fotokopi kartu identitasnya. Sejak kemarin aku berusaha mencari fotokopi kartu identitasnya sambil berpura-pura merapikan tumpukan kertas hingga sempat disemprot Maya. Dia bilang aku kurang kerjaan. I don’t give a damn! Aku tidak mendengarkannya dan tetap sibuk dengan misi rahasiaku. Namun, aneh sungguh aneh karena tidak kunjung kutemukan kertas fotokopi kartu identitas atas nama Jimmy Halim. Aha! Kenapa tidak kucari sekarang saja di tumpukan kertas check-out?
Telepon resepsionis berdering mengejutkanku. Saking terkejutnya, aku hampir melompat. Entah kenapa kali ini deringnya terdengar lebih nyaring dan lantang. Untung saja lobi resepsionis sedang sepi.
“Resepsionis, selamat pagi. Dengan Mitha ada yang bisa dibantu?”
“Mitha, minta tolong bell boy ke kamar saya, ya.”
Jaw-dropped! Aku terpana seketika. Suara yang kukenal. Penelepon itu adalah Jimmy Halim, kamar nomor 811.
“Halo? Mitha?”
“Oh… I-iya, pak. B-baik, saya segera panggilkan bell boy.”
“Oke… Makasih, Mitha…”
Telepon ditutup. Aku masih berdiri mematung seperti orang yang terhipnotis.
“Mit!”
Suara seorang perempuan di belakangku mengejutkanku hingga aku tak sengaja melempar gagang telpon itu ke meja resepionis.