Fall in Love with Devils

judea
Chapter #10

Sharon

Aku menggenggam tangannya. Hangat. Tangannya selalu hangat. Dia tertidur pulas di hadapanku. Kurasa mungkin dia merasa lelah. Kulirik jam waker di samping tempat tidur. Sudah hampir jam empat pagi. Aku menggeliat di atas tempat tidur dengan malas, lalu menguap. Dia tak bergeming sedikit pun. Pria di sampingku ini masih asyik tenggelam dalam tidurnya yang nyenyak dan dalam. Sekali lagi kulihat wajahnya yang sangat penuh kedamaian. Kusentuh wajahnya, pipinya, lalu rambutnya. Kubelai rambutnya perlahan. Dia bergerak. Mungkin sedikit terkejut dengan gerakan asing di atas kepalanya. Dalam hati aku berkata kepadanya: tenang, ini aku. Aku di sini. Senyum selalu mengembang ketika melihatnya sedamai ini, tidur di sampingku, menghabiskan malam panjang bersamaku. Hanya kami berdua.

Penerbangan kami ke Yogyakarta terjadwalkan pagi ini jam delapan pagi. Aku harus membangunkannya sebentar lagi untuk bersiap-siap. Barang dan kopor kami sudah siap di ruang depan. Weekend ini aku akan bersamanya. Bersamamu, David. Dan aku yakin sebentar lagi tidak akan ada lagi hari tanpamu. Kita akan menghabiskan waktu setiap hari bersama, seperti ini.

David menggeliat. Kedua matanya yang sipit dan masih mengantuk dengan enggan dibukanya dengan malas. Mata kami bertemu. Tanganku masih di atas kepalanya, mengusap-usap rambutnya dengan lembut. Tatapannya masih seperti orang linglung. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, memandang sekeliling, lalu menatapku.

“Kenapa? Ini aku, sayang,” ujarku menjelaskan tatapannya yang masih terlihat bingung seperti orang yang baru tersadarkan dari pingsannya.

Dia menggeliat, memutar posisi tidurnya, membuat tanganku tak lagi berada di rambutnya. Aku memeluknya dari belakang.

“Ayo, bangun. Pesawat kita jam delapan.” Suara manjaku bergema di dalam kamar. Dia mengangguk dan berdeham. Aku terkekeh dan melanjutkan. “Semalam kamu kebanyakan minum anggur.”

“Hmm?” Dia membalikkan tubuhnya menghadapku. Kata-kataku berhasil menarik perhatiannya.

“Kok bisa?” tanyanya. Wajahnya terlihat lucu karena kelihatan seperti anak lugu yang tidak tahu apa-apa.

“Bisa, dong! Kamu pasti lupa,” jawabku dengan manja. Kupeluk dia. Dia merengkuh diriku ke dalam pelukannya.

How was it?” tanyanya sambil merengkuhku lebih dalam.

Lihat selengkapnya