Aku melihatnya pergi dengan mata kepalaku sendiri. Ya, dia pergi meninggalkan hotel ini. Aku tahu tadi dia berusaha untuk mendapatkan perhatianku, tapi aku memilih untuk berpura-pura kalau pertemuan kami tidak pernah terjadi dan aku tidak pernah memberikan nomor ponselku padanya. Namun, kepergiannya juga meninggalkan satu pertanyaan yang tak terjawab bagiku: apakah dia akan kembali? Kalau saja aku bisa jujur pada diriku sendiri, aku memendam harapan dia akan menghubungiku. Aneh, memang. Harapan macam apa ini? Kenapa aku yang awalnya menghindarinya malah sekarang ingin lebih dekat dengannya?
“Mit, list check-out masih ada berapa lagi?”
“Mit?”
“MITHA!”
Aku tersentak dengan suara keras seorang lelaki yang sangat familiar di telingaku. Reymond sudah berdiri di sampingku dengan kedua tangan dilipat di dadanya. Gayanya yang sok bossy bikin antara muak dan geli bercampur jadi satu. Apalagi kalau melihat ekspresi wajahnya. Yek… Tatapannya sengaja dibuat garang, padahal sangat tidak cocok dengan kepribadiannya yang kocak. Dia lebih cocok jadi stand-up comedian daripada kerja di front office. Entah sejak kapan dia berdiri sedekat ini denganku. Aku ternganga menyadari kalau sedari tadi aku sudah melamun. Untuk kesekian kalinya.
“K-kamu? Bikin aku jantungan aja!” sergahku emosi.
“Ealah, bocah! Kamu tuh ngelamun melulu. Kenapa, sih? Terpana ya lihat om-om tadi yang sama cewek cantik itu?” Reymond mulai menggodaiku seperti biasa.
Kuputar bola mataku lalu melengos membuang muka dengan sinis.
“Kalau iya, ngaku aja kali!” Dia masih terus memaksa.
“Apaan sih?!” aku makin sewot.
“Nanti bagi dua, Mitha! Kamu dapat om, aku dapat ceweknya.” Pria bermata sipit itu mengembangkan senyum nakalnya ke arahku.
“Mesum lu! Berisik! Dah sana, kerja!”
“Kerja? Aku memang mau kerja, kok. Kamu istirahat dulu, deh. Hari ini kamu shift tengah, tho? Udah waktunya istirahat buat kamu nih sekarang. Jangan ngelamun terus pas makan, ya? Nanti nasinya dimakan angin. Hihihi.” Reymond memberikan isyarat mengusirku. Aku melengos sambil berlalu ke belakang, lalu menuju lokerku dan mengeluarkan ponsel sekaligus bekalku.
Segera kujatuhkan pantatku di kursi kosong dekat cermin. Back office siang ini sedang sepi. Bu Tirsa sedang keluar hotel, operator juga cuti. Aku mendesah bahagia karena bisa menyendiri di belakang sini dengan tenangnya, tanpa ada yang mengganggu atau menanyakan macam-macam. Saking laparnya, aku langsung melahap bekalku sambil menunggu ponselku aktif kembali. Aku ingin tahu siapa saja yang sudah mencariku seharian ini. Apakah Sharon mengirimkan pesan perpisahan? Well, it turns out to be surprising! Chat teratas yang muncul adalah namanya.
Siang, Mitha…
Kucubit pipiku, berharap ini hanya mimpi. No, this is real.
Siang, Pak Jimmy.