David berjalan meninggalkanku. Tidak, dia tidak berjalan meninggalkanku. Aku yang berjalan menjauhinya. Aku tak tahu kenapa, tapi aku tak bisa menghentikan langkahku. Tiba-tiba kami berada di dalam kereta yang berbeda. Aku dapat melihatnya dari tempatku. Namun, dia tidak melihatku. Kini keretaku bergerak perlahan meninggalkan stasiun, meninggalkan keretanya yang masih berhenti menunggu penumpang lain. Aku terus mengawasi David dari balik kaca jendela peron. Aku melihatnya keluar dari peron kereta, menyambut dengan bahagia kedua anaknya dan Dewi yang berjalan ke arahnya. Sosok mereka berempat sangat jelas di mataku. Senyum, tawa, ekspresi wajah setiap mereka yang penuh kebahagiaan dan keceriaan dalam suasana yang hangat. Sebuah keluarga yang utuh. Aku tak bisa menghentikan keretaku ataupun mereka. Perlahan tapi pasti keretaku semakin berjalan memacu rodanya bergesekan dengan besi rel kereta dengan cepat. Sosok mereka berempat kian memudar dan aku tak kuasa meneteskan air mataku. Aku menangis, menangis, dan menangis sendirian. Hatiku hancur, tapi aku juga merasakan suatu kelegaan yang tidak dapat terbayarkan. Rasanya seperti beban berat di bahuku sudah dilepaskan. Kini aku akan pergi ke tempat lain, jauh dari David, dan menyambut masa depanku. Kuseka air mata yang membasahi kedua pipiku dan aku menatap langit biru yang menggantung dengan cantiknya di atas sana. Ketika itu juga aku merasakan ada yang aneh dengan gerakan roda kereta yang kunaiki. Gerakan rodanya mulai tidak lancar, seperti ada roda yang macet dan sulit bergerak. Keretaku tidak berjalan dengan lancer. Kecepatannya mulai berkurang. Mulai timbul rasa khawatir dalam diriku dan muncul pertanyaan bagaimana jika kereta ini berhenti di tengah lorong yang gelap? Di tengah situasi yang membuat panik, aku mencoba menenangkan diriku. Aku berusaha berpikir positif kalau kereta akan kembali berjalan dengan normal dan semua akan baik-baik saja. Setelah beberapa saat berhenti, gesekan-gesekan roda besi dan lempengan rel besi yang kokoh akhirnya kembali kurasakan. Keretaku kini berjalan perlahan. Awalnya tidak terlalu stabil, tapi lama-lama stabil dan terkendali. Aku menghela napas lega. Masinis kereta pun memacu jalannya kendaraan berperon ini dengan semakin cepat. Dia menambah kecepatan kereta secara bertahap. Aku semakin merasa lega meskipun tak tahu akan pergi ke mana. Kusandarkan kepalaku di sandaran kursi dan mulai kupejamkan kedua mataku. Ketika nanti aku membuka mataku kembali, aku sudah berada di tempat lain.
Kereta melaju melewati terowongan gelap yang panjang. Aku masih memejamkan mata sampai aku tersentak dan membuka mataku dengan penuh kepanikan. Gesekan antara besi dengan besi di bawahku berkata lain. Mereka tidak lagi saling menggesek. Roda besi itu bergerak melenceng keluar dari jalur rel. Peron-peron yang bersambungan ini oleng ke kanan dan masinis tak dapat menghentikan apa yang sudah terjadi. Aku berusaha berdiri dan berlari ke pintu keluar, tapi percuma. Semua terjadi begitu cepat. Peron-peron berguguran satu per satu menghantam tebing. Aku berteriak sekencang-kencangnya, tapi tak ada yang menolong. Hantaman dan guncangan yang luar biasa membuat tubuhku terpental keluar peron. Kurasakan tubuhku menghantam keras tebing dan kepalaku seketika terasa pening. Dunia di sekitarku berputar kencang dan menjadi gelap.
Kubuka kedua mataku dengan perasaan panik bercampur ketakutan. Aku terduduk di atas tempat tidurku. Jantungku berdebar sangat kencang bagaikan pukulan drum yang menggebu-gebu. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhku. Aku memegangi wajahku dengan kedua tanganku, lalu memeriksa badanku, tangan, hingga kaki. Aku masih hidup, aku masih selamat. Tidak ada luka sama sekali di setiap jengkal tubuhku. Aku menyandarkan punggungku di tempat tidur dan menghembuskan napas lega. Apa yang terjadi? Kulihat sekeliling kamar hotel. TV masih menyala dengan volume lirih, jendela dan korden tertutup rapat, begitu juga dengan pintu kamar. Tidak ada apa-apa. Ini hanya mimpi.
Aku beranjak dari tempat tidur dan mengisi gelas kosongku dengan air mineral sampai penuh, langsung kuteguk dan kuhabiskan segelas penuhnya. Aku masih tidak menyangka kalau aku bisa bermimpi seperti tadi. Mimpi macam apa ini?