Aku tidak tahu apakah harus senang atau sedih setelah membaca pesan Whatsapp dari Reymond. Dia mengatakan padaku bahwa aku, dia, dan Bu Tirsa akan menjadi perwakilan seminar dan workshop hospitality perhotelan di Jakarta minggu depan. Tentu saja aku protes. Kenapa harus aku yang dijadikan tumbal, sementara aku adalah anak baru dan banyak kandidat lain yang lebih senior dan berpengalaman daripada aku? Reymond menjelaskan kalau dinas seperti ini malah dihindari oleh mereka. Karena rata-rata mereka sudah pernah mewakili hotel kami, jadi mereka menumbalkan diriku dan Reymond. Aku mendengus kesal karena aku tidak tertarik dengan seminar semacam itu, tapi di sisi lain aku senang karena akan ada kesempatan untuk bertemu dengan Jimmy Halim. Aku harus memberitahu kabar baik ini padanya.
“Minggu depan kita berangkat ke Jakarta sebagai perwakilan hotel. Saya, Reymond, dan kamu. Tidak ada hal khusus yang harus disiapkan karena mostly acara adalah seminar dan workshop.” Bu Tirsa mengakhiri penjelasannya dengan senyuman. Baru kali ini dia tidak terlihat menakutkan dan menyebalkan. Aku mengangguk mengerti, kemudian kembali ke meja resepsionis karena sore ini adalah jadwal shiftku.
“Jadi yang berangkat kamu dan Reymond?” tanya Widya. Aku mengangguk mengiyakan.
“Santai saja. Di sana juga hanya formalitas untuk ikut seminar,” ujar Widya menambahkan. Aku menatapnya sesaat, lalu kembali ke layar komputerku. Dia pamit ke toilet sebentar, sementara pikiranku masih melayang kepada Jimmy Halim. Tidak kusangka aku akan bertemu lagi dengannya secepat ini.
“Selamat sore.”
Aku mengangkat wajahku dari balik layar computer dan kudapati Melly berada di hadapanku.