Fall in Love with Devils

judea
Chapter #38

Mitha

Begitu mendarat di Jakarta ponselku sudah dipenuhi dengan 3 missed calls dan 10 pesan tidak terbaca dari Edward ditambah lagi dengan pesan-pesan singkat lainnya, termasuk dari Sharon dan Melly. Aku lupa untuk memberitahu Sharon dan Melly tentang kepergian sementaraku ini. Belakangan ini aku terlalu sibuk dengan pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk seminar dan workshop. Sedangkan saat ini aku terlalu malas membalas pesan mereka. Aku memilih mengabaikan pesan mereka, tapi tidak untuk satu pesan singkat dari Jimmy Halim yang berhasil mengembalikan mood menjadi lebih baik. Dia menanyakan penerbanganku dengan cara yang lebih elegan dibandingkan Edward yang membabi buta. Maka tanpa banyak pikir panjang aku segera memberitahunya kalau aku sudah sampai di bandara dan segera menuju ke hotel untuk check in. Dia menyuruhku untuk beristirahat dulu. Dia tidak ingin aku kelelahan, katanya, dan aku bisa menghubunginya lagi jika sudah beristirahat dan punya banyak waktu untuk mengobrol. Aku mengiyakannya dan mematikan ponselku.

Seminar hari pertama berhasil kulalui dengan lelah. Aku bahkan harus berada di Senayan dari siang sampai malam. Bukan hanya seminar, tapi ada workshop dan pelatihan khusus para front desk agents. Aku bahkan masih bertanya-tanya kenapa aku harus berada di sini saat ini. Kulihat-lihat pelatihan ini lebih ke para front desk agent senior, bukan yang masih amatiran sepertiku. Pulang dari Senayan, kami bertiga langsung menuju ke hotel untuk istirahat. Rasanya tidak ada lagi waktu untuk berjalan-jalan menikmati malam ibukota. Badan terasa remuk semua dan kakiku hampir copot rasanya karena seharian harus memakai heels. Sambil bersantai-santai di atas tempat tidur dan menunggu Bu Tirsa selesai mandi, aku melihat rundown hari kedua. Hmm, seharusnya aku bisa mencuri-curi waktu di malam harinya supaya bisa bertemu Jimmy Halim. Kalau tidak molor, acara akan selesai jam enam sore.

***

Jam sudah hampir menunjukkan pukul enam sore dan acara masih belum terlihat akan selesai. Aku yang sudah ketar-ketir berkali-kali melirik ke jam tangan dan memeriksa ponsel. Reymond yang melihatku gelisah hanya geleng-geleng kepala dengan kedua tangan dilipat di dada. Aku balik memelototinya. Ponselku bergetar di dalam genggaman tanganku. Aku segera memeriksanya. Benar saja itu adalah pesan dari Jimmy Halim. Dia menyuruhku membagikan lokasi hotel tempatku menginap. Dia akan menjemputku. Yang benar saja! Aku langsung menolaknya. Aku tidak mau Bu Tirsa atau Reymond mengetahui tentangnya. Sebaliknya, aku mengusulkan untuk bertemu di mall langsung dengan alasan aku akan terlambat. Seperti yang sudah kurencanakan, dia setuju denganku. Kami akan bertemu jam tujuh malam di Plaza Senayan.

***

Ponselku bergetar beberapa kali. Aku sudah kesal karena kondisi seperti ini justru semakin membuatku nervous. Jimmy Halim memberitahuku kalau dia sudah sampai di mall dan sudah mereservasi meja untuk kami di salah satu restoran di sana. Tentu dia memberitahukanku nama restoran itu agar aku tidak tersesat. Dia bilang aku hanya perlu memberitahu kepada pelayan di sana dengan reservasi atas nama Jimmy Halim dan dia memakai baju berwarna biru. Keringat dingin membanjiri telapak tanganku saat membaca pesan darinya. Tidak kusangka aku akan bertemu dengannya lagi dengan semudah ini. Tidak pernah kusangka… Di dalam taksi, jantungku berdebar semakin kencang. Aku takut dan grogi. Entah apa yang membuatku grogi. Semoga ini adalah penampilan terbaikku di hadapannya. Semoga aku tidak grogi di hadapannya. Semoga mala mini berlalu dengan menyenangkan dan akan menjadi kenangan yang indah.

Lihat selengkapnya