Maafkan aku, Bu. Aku gagal jadi anak yang baik. Aku gagal membahagiakan Ibu. Aku bukan anak Ibu yang bisa dibanggakan. Aku cuma jadi aib dan beban keluarga. Aku minta maaf, Bu, meskipun aku tahu permintaan maaf sebanyak apapun tidak akan pernah cukup untuk menghapus dosaku ini. Aku pun ikhlas kalau Ibu tidak mau memaafkanku atau mungkin tidak mau menganggapku sebagai anak Ibu lagi. Mungkin pertemuan kita yang lalu adalah pertemuan kita yang terakhir, Bu. Jangan cari aku lagi, ya, Bu. Jangan rindukan suaraku lagi. Aku akan pergi. Pergi sejauh-jauhnya dan nggak akan pernah kembali. Tapi Ibu tenang saja… karena malam ini anakmu akan berada di tempat yang jauh lebih baik. Tempat yang tenang dan damai, Bu. Tidak ada rasa sakit lagi. Tidak ada rasa kecewa. Tidak ada aib dan beban hidup. Semua akan jadi ringan seperti kapas. Suatu hari nanti, kita bisa berkumpul lagi. Itu pasti. Aku sangat yakin. Di kehidupan yang akan datang, aku berjanji akan jadi anak yang lebih baik dan berbakti, Bu. Aku tidak akan mengecewakan Bapak supaya Bapak bisa bangga punya anak sepertiku. Oh ya, Ibu jaga diri baik-baik, ya, Bu? Janji, kan? Sekarang aku pergi dulu, Bu. Sampai jumpa di kehidupan yang lain.
Cukup satu kali sentuh dan pesan Whatsappku terkirim ke nomor Ibu. Ponselku langsung kumatikan. Tidak kuhiraukan lagi telepon dan pesan-pesan singkat dari Mitha yang terus masuk seolah tanpa henti. Aku sudah tidak peduli lagi. Sudah kupikirkan matang-matang soal ini. Sekarang tidak ada lagi kata ragu. Aku sudah siap. Lebih dari siap. Tidak semua cerita harus berakhir bahagia. Tapi aku tidak mau ceritaku berakhir lebih tragis lagi. Sebelum cerita hidupku semakin tragis, aku memilih mengambil alih untuk mengemudikan nahkoda hidupku. Ini adalah jalan yang kupilih meskipun jalan ini dihindari kebanyakan orang. Terlepas dari apapun itu, ini adalah yang terbaik sebelum semua menjadi semakin kacau dan berantakan. Akan jauh lebih baik jika aku pergi.
Inilah saat yang kutunggu-tunggu sejak dulu. Sejak saat itu… Di saat-saat seperti ini, kenangan-kenangan itu muncul lagi, bahkan sangat nyata seperti aku sedang menonton tayangan ulang kehidupanku melalui layar bioskop. Nyata. Setiap langkah dan keputusan yang aku ambil… Membawa dan menuntunku ke sini, ke sebuah akhir yang tragis dan nahas kata banyak orang. Mereka hanya tidak tahu kalau ini bukanlah akhir yang sebenarnya. Ini adalah sebuah permulaan kehidupan yang baru. Ringan seperti kapas! Ini adalah sebuah pembebasan dari perbudakan yang aku alami, dari semua rasa kecewa dan sakit hati yang harus kupikul selama ini.