Fall In You

Ainul Mardhiyyah
Chapter #6

Ayo Menikah!

"Kenapa kau bisa ada di sana? Bukannya aku telah memperingatimu?" Winter menginterogasi Aya setelah mereka berhasil meninggalkan rumah Albiru dan duduk di sebuah taman bunga.


"Aku terpaksa. Aku butuh bantuannya." Aya menunduk menatap tangannya yang memar. Masih shock dengan apa yang telah dia saksikan. 


Winter menatap Aya dengan tatapan lembut.

"Bantuan seperti apa? Kenapa tidak mengatakannya padaku?"


Aya menggeleng.

"Hanya dia yang tau tempatnya."


"Memangnya kau mau ke mana?"


"Sungai tengah hutan."


Kening Winter berkerut.

"Mau apa ke sungai tengah hutan?"


"Aku ingin pulang." Aya menjawab dengan jujur, tapi begitu melihat ekspresi Winter yang terlihat kebingungan tingkat tinggi, dia menambahkan, "Sebenarnya aku ini bidadari. Waktu turun ke dunia untuk mandi di sungai, selendangku dicuri oleh seseorang. Jadi aku tidak bisa kembali."


Winter meledakkan tawa. Kening yang semula berkerut seketika mulus kembali.

"Jadi sekarang kau telah menemukan selendangmu?"


"Belum. Aku hanya ingin ke sungai itu. Ingin mencari tahu caranya pulang tanpa selendang."


"Mau kuberi selendang baru?" Winter menawarkan dengan ekspresi jenaka. 


"Tidak akan mempan jika itu bukan selendang asliku." Aya langsung menggeleng. Sebenarnya Aya merasa sedih karena tidak bisa menceritakan yang sebenarnya. Winter memang baik, tapi sepertinya dia mungkin juga akan menganggapnya gila jika dia menceritakan yang sebenarnya. Aya tak ingin kehilangan satu-satunya orang baik yang dia punya di dunia ini.


Mereka diam untuk beberapa saat sampai Aya memberanikan diri untuk berbicara.

"Winter maaf. Aku--"


"Aku tahu." Winter menyela.


"Aku tidak apa-apa kalau kau belum bisa menceritakan yang sebenarnya. Aku akan menunggu." Winter melanjutkan, lalu kemudian tersenyum.


Aya balas tersenyum.

"Terima kasih."


"Oh iya, tadi itu aku memang berniat mencarimu. Aku ingin berterima kasih padamu."


"Huh? Tentang apa?" Aya mengernyit.


"Lusi sudah sembuh karena bantuanmu waktu itu. Terima kasih, ya."


"Maksudnya?"


"Pegang bagian yang sakit lalu baca 'Bismillah' tiga kali." 


Seketika Aya langsung mengerti. Itu adalah hal yang dia ajarkan pada Lusi tempo hari.

"Wah, Alhamdulillah, aku ikut senang. Tapi seharusnya kamu tidak berterima kasih padaku."


"Kenapa begitu?"


"Karena bukan aku yang menyembuhkannya."


"Lalu siapa? Bukannya kau yang mengajarkan mantra itu? Lusi juga bilang kau sempat memegang perutnya lalu membaca mantra 'Bismillah' itu." Kening Winter berkerut dalam. Kentara sekali sedang kebingungan.


"Aku hanya perantara. Ibarat kata, aku ini dokter, ah tabib maksudnya, sementara kata bismillah itu adalah obat. Setiap kali kita membaca bismillah pada bagian yang sakit, maka Allah akan menyembuhkan." 


Winter terdiam. Kerutan di keningnya kembali muncul.

"Siapa Allah?"


"Allah itu Tuhan. Dia yang telah menyembuhkan Lusi." Aya tersenyum lebar.


"Apa Tuhanmu semacam dewa penyembuh?" Winter terlihat penasaran dengan Tuhan yang dimaksud Aya.


"Tidaak. Dia lebih daripada itu. Dia mampu segalanya, dan bukan hanya penyembuh."


Winter terdiam beberapa saat, seperti sedang merenung. Lalu melanjutkan berbicara,

"Sepertinya kau tidak berasal dari desa atau bahkan kerajaan ini, ya. Aku tahu betul orang asli kerajaan ini kebanyakan hanya percaya sihir dan perdukunan. Hanya beberapa yang menyembah dewa. Kerajaan sebelah pun sama saja."


"Kau termasuk yang mana?" Aya berusaha mengalihkan perhatian Winter. Dia tak ingin Winter bertanya mengenai tempat asalnya.


"Aku menyembah dewa alam. Karena dia yang menciptakan alam dan seisinya termasuk para manusia."


Aya meneguk ludah susah payah. Menatap Winter dengan pandangan kecewa. Aya menyukai Winter, tapi kalau sudah sesembahan yang berbeda, Aya bisa apa? Aya tak mungkin menukar kepercayaannya hanya untuk Winter. Winter pun juga kelihatannya teguh dengan pendiriannya. 


"Lalu kenapa selama ini dewamu tak menyembuhkan Lusi? Bukankah katamu dia yang menciptakan manusia?" Aya bertanya setelah beberapa saat terlarut dalam rasa kecewanya. 

Lihat selengkapnya