FALLACY: The Poppy's Case

fingerluv
Chapter #1

Prolog

Indonesia dikatakan darurat Narkoba. Pada kegiatan pemusnahan barang bukti yang dilakukan hari ini, Ketua BNN secara terang-terangan mengatakan bahwa Indonesia berada dalam kondisi darurat Narkoba. Beliau menjelaskan bahwa jumlah penyebaran obat terlarang tersebut makin meluas dan sulit dicegah. Para bandar pun nampaknya semakin lihai mencari celah untuk menyelundupkan barang ilegal tersebut. Meski demikian, beliau menjanjikan BNN akan terus bekerja keras dan berupaya semaksimal mungkin untuk mencegah meningkatnya kasus Narkoba di Indonesia tercinta ini.

Di samping itu, beliau menghimbau masyarakat untuk turut memerangi Narkoba. Beliau yakin kerja sama yang baik antara masyarakat dan instansi pemerintah akan membuat pemberantasan Narkoba semakin mudah.

Selanjutnya, menurut Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional atau Puslitdatin BNN, prevalensi kasus Narkoba terus meningkat setiap tahunnya. Tahun lalu terdapat 1.350 kasus dengan 1.748 tersangka, sedangkan tahun ini dari bulan Januari hingga Mei saja sudah tercatat ada 1.025 kasus dengan 1.475 tersangka.

Sementara prevalensi pengguna Narkoba juga tidak mengalami penurunan. Menurut data, secara keseluruhan tahun lalu, jumlah penduduk usia 16 - 65 tahun yang terpapar atau setidaknya pernah memakai Narkoba mencapai 4,8 Juta jiwa. Hal tersebut memperjelas keadaan miris yang terjadi di Indonesia sa—

Tirta mematikan televisi begitu melihat sang istri muncul dari arah dapur. Sepiring gorengan ada di tangan untuk dijadikan teman secangkir kopinya yang tinggal setengah.

"Kamu apa nggak capek tiap hari dengerin begituan, Pak?" Tirta hanya mengangkat bahu tak acuh mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir tipis Vivi.

"Aku aja bosen gara-gara dengerin ceritamu tiap abis nanganin kasus. Emang nggak ada cara biar bandar-bandar itu ditumpas sampe akar?"

Vivi dan keceriwisannya sudah menjadi makanan sehari-hari Tirta sejak enam belas tahun lalu, jadi lelaki berusia empat puluh itu tidak terlalu terganggu. Dia masih sempat menelan pisang goreng di mulutnya sebelum menjawab dengan santai, "Kalo ada juga udah dilakuin dari dulu Bu. Lagian kamu juga apa nggak capek ngomel-ngomel soal itu tiap pagi? Aku sampe hapal susunan kata-katanya."

"Lebay." Vivi mencebik membuat Tirta terkekeh. Meski tidak lagi muda, keharmonisan hubungan mereka masih sama seperti kala berpacaran dulu, bahkan setelah mempunyai seorang putri yang kini tengah menginjak usia remaja.

"Tapi ya Pak, penyebarannya emang udah semasif itu?" Tersirat nada khawatir dalam perkataan perempuan berbalut daster itu.

"Ya seperti yang kamu dengar Bu. BNN dan kepolisian udah ngelakuin berbagai cara, tapi ya emang nggak gampang kalo mau memberantas sampe tuntas. Malah bisa dibilang mustahil," terang Tirta apa adanya.

Sebagai salah satu orang yang bekerja dan turut berjibaku dalam pemberantasan narkoba, Tirta bahkan tidak berani menjamin kalau negara ini akan terbebas dari barang haram tersebut. Bukannya pesimis, tapi memang sangat sulit. Mereka mungkin bisa menangkap para pengguna atau pengedar, tapi untuk sampai meringkus bandar-bandar besar, tidak, itu tidak akan mudah.

Kenyataanya, selama bertahun-tahun, angka yang tercatat oleh Puslitdatin tidak pernah menurun. Syukur-syukur jika konstan, tapi faka lapangan mengatakan selama setahun terakhir justru meroket tajam. Entah akan jadi apa negara ini di tahun-tahun mendatang.

• • •

"Pak Tirta!" Sebuah teriakan menghentikan Tirta yang hampir memasuki ruangan. Kerutan di dahi lelaki paruh baya itu makin kentara ketika melihat Deon– salah satu bawahannya yang tampak begitu tergesa.

"Ada apa De?" tanya Tirta begitu Deon sampai di hadapannya. Yang lebih muda mengambil napas sejenak. Sembari menyodorkan laptop di tangannya, dia berkata, "Informan K ngirim E-mail lagi."

"Kita bicarain di dalem aja De," titah Tirta, mengingat mereka masih berbicara di depan pintu ruangannya.

"Sebentar, saya harus ngasih terusan ke orang lapangan biar mereka bersiap dan mengatur strategi." Deon mengangguk patuh, membiarkan Tirta sedikit menjauh darinya yang kini duduk di depan meja kerja sang atasan.

Mata berbingkai kacamata kotak milik Deon kembali menelusuri setiap kata yang dikirim oleh sebuah akun E-mail bernama kissedbysun. Satu akun yang entah darimana asalnya, tapi sudah menjadi informan kelas A sejak setahun terakhir. Informasi yang diberikan orang ini selalu valid, tidak pernah meleset sedikitpun.

"Kamu belum berhasil ngelacak IP-nya?"

Deon kontan mengangkat pandangannya. Tirta sudah mengambil duduk membuat Deon perlahan memutar laptop, membiarkan Tirta mengamati apa yang sebelumnya dia cermati.

"Belum Pak. Saya udah mengerahkan segala upaya, tapi tetap buntu. Saya juga udah minta tolong yang lain, tapi sama aja. Pengamanan akunnya tidak main-main, " jelas Deon dengan nada penuh keputusasaan. Dia sungguhan lelah dan kesal, beberapa kali dia begadang untuk melacak alamat si pengirim tapi selalu berakhir nihil. Itu sudah berlangsung selama satu tahun, wajar dia mulai muak.

Walau bersyukur atas informasi yang diberikan, mereka tidak bisa benar-benar tenang jika belum mengetahui siapa sosok dibalik semua petunjuk akurat itu. Mengingat manusia tidak mudah ditebak, mereka tidak tau pasti si informan ini berada di pihak lawan atau kawan. Bisa jadi semua informasi yang diberikan justru sebuah jebakan atau semacamnya, mereka tentu harus selalu waspada.

"Kamu pernah nyoba bales E-mail-nya?"

"Udah, tapi nggak bisa terkirim," jawabnya tanpa perlu berpikir.

"Kamu pernah kepikiran seseorang? Mungkin kamu kenal orang ini, secara dia bahkan ngirim E-mail ini ke akun pribadimu," tanya Tirta memikirkan semua kemungkinan.

Lihat selengkapnya