SMU Tiga Pilar Bangsa
Matthew sedang berdiskusi dengan Adrian dan Audy untuk jadwal pertarungan berikutnya ketika mereka bertiga mendengar seruan dari para siswa wanita yang langsung berlarian menuju kea rah gerbang masuk.
“Apaan sih?”
Hanya Audy satu-satunya kaum hawa yang tidak tertarik untuk ikut-ikutan mengekor rekan-rekannya.
“Oh, gue denger bakal ada murid baru hari ini, Dy. Namanya Anthony Bradford. Cowok ganteng blasteran Jawa Tionghoa– Inggris. Gosipnya juga, dia tajir mampus!”
“Oia? Semampus apa?” goda Audy dengan tatapan jahil.
“Katanya mo elu pake tu duit, sampe elu punya buyut, ga bakalan abis-abis tuh duitnya…”
Audy mencibir. Topik cogan nan tajir bukanlah topik yang menarik untuk dirinya. Ia tak tertarik malah. Ia hanya tertarik pada hobinya saja. Berantem, graffiti dan olahraga parkour yang seringkali dilakukan oleh gengnya tiap seminggu sekali di area gedung lama dekat rumahnya. Audy sendiri bukan tak kekurangan penggemar. Setiap hari, di dalam lacinya, ada saja surat cinta tak bernama atau ajakan terselubung melalui pesan tempel di atas mejanya.
Penampilannya yang semampai dengan wajah bersih terawat serta warna kulit seputih susu sangat kontras dengan rambut coklat gelapnya yang tergerai sebahu. Belum lagi dengan kedua bola matanya yang berwarna abu terang yang sangat mencolok. Audy cantik dan sangat memikat tapi ia sendiri tak peduli dengan semua kelebihan dirinya. Sikap cueknya malah membuat semua para penggemarnya semakin penasaran akan sosok dirinya.
“Dy, jangan lupa. Beres jam istirahat, elu harus ke kantor guru. Udah ditungguin sama Bu Julia tuh…”
Audy mengangguk. Ia sudah tahu pertemuan ini untuk apa.
Pasti membahas seputar nilai-nilainya yang turun dan ancaman klise kalau tak ada peningkatan dalam waktu sebulan ke depan, maka beasiswanya akan dicabut. Dulu, Audy hanya iseng-iseng mencoba untuk mendaftar masuk ke dalam sekolah elite ini. Tapi ternyata, diluar dugaannya, ia lulus dengan nilai terbaik dan langsung mendapatkan fasilitas beasiswa penuh!
Sesuatu yang didambakan oleh berjuta umat, kini diraih olehnya secara gratis! Audy masih ingat betapa bahagia wajah kedua orangtuanya ketika ia berhasil memperoleh beasiswa tersebut. Dan, hal terakhir yang tak mau ia lakukan adalah membuat mereka berdua sedih karena tidak berhasil mempertahankan beasiswa tersebut sekarang.
Audy melangkah ringan menuju ruang guru dan langsung menuju meja Bu Julia yang terletak di ujung ruangan. Sementara Bu Julia sendiri tampak sudah menunggu gadis tersebut. Begitu Audy duduk tegak di hadapannya, wanita berkacamata berusia paruh baya itu langsung bertanya.
“Kamu tahu kan kenapa ibu panggil ke sini hari ini?”