"Bu, nasi bungkusnya berapaan?"
"15 rebu neng, rada mahalan tapi lauknya melimpah loh," Jelas si ibu dengan nada menyakinkan.
Duh, itu sih mahal banget. "Emm, rotinya bu?" Ucap Kejora ragu-ragu.
"2 rebu neng,"
"Tolong satu ya bu," pintanya sambil menyodorkan selembar uang 5 ribuan.
"Nih neng roti sama kembaliannya,"
Kejora tersenyum kecil, "terima kasih," ia meraih bungkusan serta kembaliannya. Lalu berjalan tanpa semangat ke sekolah.
"Hah,"
"Hm,"
"Huh,"
Entah sudah yang keberapa nafasnya menghembus tak beraturan.
"Jangan-jangan mas marah. Mana ada berangkat kuliah pagi buta?"
Tadi pagi, saat Kejora bangun Wawan sudah tak ada di kamarnya. Wawan cuma meninggalkan note berisikan kalau dia buru-buru hari ini sambil menyelipkan selembar uang 20 ribuan.
Kejora melewati supermarket yang sedang mencari lowongan karyawan kemarin.
"Kira-kira masih ada nggak ya lowongan nya?" Ia mengecek jam nya sebelum akhirnya masuk ke dalam.
"Selamat datang, silahkan berbelanja." Sapa perempuan dengan senyum bisnis di meja kasir.
"Permisi mbak,"
"Ada yang bisa saya bantu?"
Kejora menggaruk tengkuknya berkali-kali. "Lowongan nya masih ada mbak?"
"Adiknya mau daftar?"
Kejora mengangguk cepat, tanda bahwa ia setuju.
"Sebentar saya panggilkan manajernya," Kata perempuan tersebut lalu pergi ke suatu ruangan.
Kejora melihat-lihat sambil menunggu. Hatinya sedikit cemas karena dia akan berbohong pada Wawan, mas nya. Nggak papa, Jora. Kan lumayan duitnya buat bantu mas wawan.
"Dik, maaf sekali. Tapi manajernya sedang sibuk. Katanya kalau kamu pengen daftar disuruh datang nanti jam 5 sore." Ucap perempuan tersebut.
Kejora tersenyum gugup, "oh iya mbak, nanti saya kesini lagi. Makasih," katanya yang dijawab anggukan oleh perempuan itu.
Kejora melangkah keluar, semoga masih kosong sampe nanti sore.
"Loh, Kejora?"
Kejora menatap lawan bicaranya. Oh dia. Entah kenapa suasana hatinya tiba-tiba memburuk.
"Iya saya. Kenapa Ben?" Jawab Kejora sedikit ketus. Ia tidak akan lupa kejadian kemarin.
Ben tersenyum kikuk, "Emm, gue mau beli minuman. Kalo lo?"
"Apa saya perlu jawab pertanyaan kamu?"
"Nggak sih. Bareng yuk ke sekolah!" Ajak Ben tanpa ragu.
"Kenapa saya harus berangkat bareng kamu. Lagian kamu kan mau beli minuman." Tolak kejora halus.
"Nanti aja deh beli di kantin. Yuk!"
Kejora tak menjawab dan berjalan mendahului Ben.
"Jadi mau nih?"
"Terserah."
---
Matahari dengan sinarnya yang teduh. Angin segar yang berhembus sepoi-sepoi. Kejora yang duduk dibawah pohon sambil membaca novel. Benar-benar perpaduan yang indah.
"Hai Ra!"
Ya, benar-benar indah. Sayangnya khayalan akan siang yang tenang terpaksa hancur karena Dia. Ben Satria.
"Lagi baca apa, Ra?"
"itu pertanyaan?"
Ben nyengir mendengar ucapan Kejora.
"Emm, mau minum Ra?"
"Nggak," jawab Kejora pendek sambil membalik halaman novelnya.
"Itu cerita tentang apa?" Tanyanya lagi.
"Saya benar-benar harus jawab pertanyaan kamu?"
"Iya," celetuknya.
Setelah itu menghening. Ben tiba-tiba menjadi diam.
"Ra,"
"Saya nggak mau dengar pertanyaan kamu lagi." Tegas Kejora.
"Bbb—bukan kok." Sangkalnya cepat-cepat. "Itu,"
Kejora menutup novelnya lalu menatap Ben dengan ekspresi jengah.
"Jadi gini Ra," Ben menghapus keringat nya, "Emm,"
Kejora hampir berdiri karna Ben tidak jelas.
"GUE MINTA MAAF!" Teriaknya. Menghentikan gerakan Kejora sepenuhnya, menunggu Ben memberi penjelasan.
"Gue tau, kemaren gue salah ngomong. Emang dasar mulut gue minta ditabok," Ujar Ben sambil memukul-mukul mulutnya.
Kejora yang awalnya datar jadi tersenyum simpul. "Saya juga minta maaf kalau ucapan saya terlalu kasar kemarin."
Ben terpekur menatap Kejora. Manis banget astaga. Dia manusia apa bidadari sih? Lalu sedetik kemudian memukul pipi nya. Sadar Ben, lemah lo.
"Kamu kenapa?" Tanya Kejora sambil terkekeh.
Deg. "Ra, tolong jangan senyum sama ketawa depan gue."
"Kenapa?"
"Gue gak kuat tau." Tutur Ben.
Kejora yang dasarnya nggak peka menganggap senyumannya jelek dan langsung memudarkan senyumnya. "Saya minta maaf. Senyuman saya emang jelek."
Ben kalang kabut, "ngg—nggak gitu, Raa!! Ya ampun, jangan ngambek dong."