Kuangkat gelas mengajak Boby, lelaki tambun di depanku ini, bersulang. Sekali tenggak, minuman keras dalam gelas berpindah ke perut kami. Deny mengisi lagi gelas kami yang kosong, kemudian mengisi gelasnya sendiri. Kini giliran Deny mengajak Boby kembali bersulang.
Wajah Boby memerah seperti kepiting direbus. Di sebelahnya, Reni bergelayut manja. Wanita tercantik di pub termewah itu beberapa kali menciumi pipi Boby. Sesekali ia mengelap tetes minuman keras yang tersisa di sudut mulut Boby dengan sapu tangannya.
“Minum lagi ya, Sayang,” bisik Reni mesra. Tangan kecil berjemari mungil itu cekatan menuntun mulut gelas ke bibir Boby.
Minuman keras beralkohol empat puluh persen itu digelogok laiknya air mineral. Hostes bertarif mahal yang kami sewa untuk menemani kami itu terbawa emosi penjualan.
Reni mendesis mesra di telinga Boby, “Kamu memang hebat….”
Hawa nafsu Boby mulai naik. Dia berbisik di telinga Reni. Tawa genit sang hostes dan cubitan mesra di perut tambunnya semakin membuat pria di depanku ini melayang.
Kugeser posisi mendekati Reni. Tujuanku ke Club ini bukan untuk bersenang-senang. Ada misi yang harus kuselesaikan.
Saat Boby asyik menenggak wiski, kubisiki wanita itu, “Bikin lelaki itu setengah sadar. Jangan sampai membuatnya pingsan. Mengerti? Tip-mu akan kulipat gandakan.”
Reni menganggukkan kepala.
Kala puluhan botol minuman keras berbagai merek mulai mengering, kepala Boby semakin limbung. Boby semakin melantur. Lidahnya semakin kelu tak bisa lagi bicara sempurna.
Kuberi Deny tanda untuk memulai acara menu utama.
Deny, anak buahku yang sangat kuandalkan, mengerti apa yang kumaksud. Dia berbisik ke telinga Reni untuk memberi ruang pada kami. Wanita cantik dengan sapuan make up tebal itu meminta ijin ke toilet. Sebelum berdiri dan meninggalkan Boby, ia memberi ciuman dan bisik mesra pada laki-laki yang sudah setengah sadar itu.