Your children are not your children
They are sons and daughters of Life’s longing for itself
They come thorugh you but not from you
And though they are with you yet they belong not to you
(Anakmu bukan hak mutlakmu
Mereka darah daging kehidupan yang rindu diri sendiri
Kamu melahirkannya, tetapi bukan berasal darimu
Walau bersamamu, namun bukan milikmu)
(Kahlil Gibran, On Children)
****
“Papa, air” rengek malaikat kecilku.
Tanganku lemah meraih gelas kecil berisi air, mendekatkan pada bibir mungilnya. Kuangkat pelan kepalanya dengan tangan kiri, sedang tangan kananku menuntun sedotan plastik ke mulutnya. Rambut legamnya bergerak terangkat. Dia menyeruput pelan. Bibirnya yang pucat menghisap air itu tanpa tenaga.
Tiga kali hisap dia menggelengkan kepala. Hana-ku merebahkan kembali kepalanya lemah. Mata bulatnya terbuka setengah, kemudian tertutup. Bulu matanya yang lentik merapat. Gadis kecilku itu kembali pulas dengan nafas berat.
Kuletakkan punggung tanganku ke dahinya. Panas membara. Kulit wajahnya pucat pasi. Selang infus menancap di pergelangan tangan kanannya. Tetes demi tetes cairan yang terdapat dalam kantong plastik itu mengalir pelan.
Hana sesekali mengerang kesakitan dalam mimpinya. Wajah tanpa dosa yang terbaring lemah di tempat tidur itu membuat seluruh kekuatan yang kumiliki terlolosi. Ingin kugantikan tempatnya. Membiarkan tubuhku yang sudah letih dalam kubangan umur kehidupan ini menerima segala penyakit itu.
Kudekap tubuh anakku. Kucium lembut kedua pipinya. Air mata yang sedari tadi kutahan merembes membasahi pipi mungilnya. Aku tak sanggup melihat pemandangan di depanku.
Di usianya yang baru menapak lima tahun, Hana harus berkutat dengan Acute Lymphoblastic Leukemia ( ALL ), Leukemia Lifositik Akut, penyakit yang dimulai dari pembentukan awal limfosit di sumsum tulang belakang. Sel-sel utama yang membentuk jaringan limfoid-bagian utama dari sistem kekebalan tubuhnya-terhambat. Membuat tubuh Hana berpotensi mengalami berbagai macam infeksi dan serangan penyakit lain.
Sedari kecil bidadari kecilku ini memang tumbuh lemah. Saat musim diare atau flu dia gampang terserang. Pun, dia gampang lelah. Badannya ringkih. Pertumbuhan tinggi badannya tidak seperti aku dan ibunya.
Terlepas dari segala kelemahan, Hana adalah makhluk kecil paling lucu dan menggemaskan yang hadir dalam hidupku. Dia adalah kasih Tuhan yang terlimpah walau masa laluku penuh kebiadaban. Anak semata wayangku itu merupakan bintang di keluarga kami. Celotehnya, tingkah lakunya yang menggelitik tawa, keramahannya, membuat dunia berpendar saat bersamanya.
Sejak senyum bahagia Ratna merebak menyambut kedatanganku kembali, bayangan Kayla lenyap bersama kepulan asap gunung Bromo. Mimpi-mimpi burukku terkubur dalam lautan pasir. Bagiku hanya ada satu wanita: Ratna, gadis lereng gunung Bromo dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Enam tahun lalu pernikahanku dengan Ratna berlangsung sederhana. Hanya dihadiri kerabat dekat, tetangga, dan tetua adat. Selepas pernikahan kami berkutat dengan dunia pertanian. Bulan madu kami adalah menyiang kol dan memanennya bersama. Tempat pariwisata kami adalah lereng pegunungan. Kebahagiaan kami adalah melihat tanaman tumbuh kembang, kemudian menanti tangan-tangan keluarga kami memetiknya.
Aku menguras sebagian besar tabunganku untuk menambah lahan pertanian. Kubeli peralatan mesin pertanian modern. Berbekal pendidikan yang didapat dari Universitas, Ratna mendirikan laboratorium pertanian kecil. Tempat itu menjadi eksperimen rekayasa genetika tanaman yang sedari kuliah ingin didirikannya.
Serasa hidup di nirwana, keberuntungan datang silih berganti. Berbagai macam tanaman tumbuh sehat hingga dipanen. Harga stabil dari komoditas yang kami jual membuat pundi-pundi keuangan kami juga menggelembung. Sebuah pabrik Jepang menerima hasil tanaman kami dengan puas.
Perusahaan kami kelola bersama secara profesional. Misto bergabung sebagai manajer produksi, aku bertugas di bidang marketing, Tuti di bagian keuangan. Ratna sebagai pemimpin perusahaan.