Family Bound

Didik Suharsono
Chapter #31

Bab 31: Bidadari Kehilangan Sayap


Ketukan di pintu membuat keheningan terpecah. Perawat wanita yang tadi memeriksa Hana kembali muncul. Dia melangkah perlahan takut menimbulkan kegaduhan yang membangunkan anakku. 

“Dokter sudah menunggu,” bisiknya. 

Kami meninggalkan Hana yang masih terlelap. Kuikuti perawat itu meninggalkan ruangan. Lorong kamar Rumah Sakit di kanan kiri menyembulkan rasa aneh. Pintu-pintu kamar tertutup rapat. Sandal dan sepatu menunggu di luar menyisakan kepedihan bagi pemiliknya. 

Mereka yang ada di balik pintu itu adalah manusia-manusia senasib dengan kami. Tepekur dalam balut kesedihan menunggu anak, orang tua, atau kerabat yang sedang diuji. Kesehatan adalah salah satu anugerah terbaik dari Tuhan bersanding dengan cinta, kasih, dan kedamaian. 

Perawat mengetuk pintu yang bertuliskan “Dr. Pramoedya Sp.A”. Terdengar suara jawaban suara serak dari dalam. Perawat mempersilahkan kami masuk, kemudian menutup pintu dari luar setelah kami berada di dalamnya. Bau obat dan pembersih ruangan menyergap. 

Berbeda dengan kamar Hana yang didesain penuh warna, ruang dokter spesialis anak ini penuh kekakuan. Tembok putih tanpa corak, tanpa foto, meja besar dengan top kaca warna hitam. Di atas meja tertulis nama pemiliknya beserta deret gelar akademisnya. 

Di depan meja, dua kursi kosong berpelitur gelap menunggu. Dokter tua itu berdiri, menyorongkan tangan kanannya. Rambut putihnya tinggal beberapa helai menghias kulit kepala. Di balik kaca mata tebal bola matanya menyorot penuh keprihatinan kala menatap kami. 

Dia mempersilahkan kami duduk. Lengan kursi yang terbuat dari aluminium mengkilap serasa dingin di telapak tanganku. Dokter Pramoedya memulainya dengan basa-basi. Dudukku resah, aku ingin secepatnya mendengar hasil tes anakku. 

Dia memadamkan lampu ruangan. Proyektor di sampingnya diarahkan ke layar. Tanpa menunggu kalimat persetujuan kami dokter itu membuka penjelasannya. 

“Ini adalah hasil X-rays dari organ-organ vital anak Anda. Ada beberapa fungsi organ yang sudah mulai terganggu.”

Tangan dokter Pram mengganti slide lainnya. Layar berganti dengan tulisan dalam bahasa kedokteran. Menunjukkan angka-angka yang tak kupahami. 

“Ini hasil dari pemeriksaan Cerecro Spinal Fluid yang kami dapatkan dari sample sumsum tulang belakang dan tulang pinggul Hana.”

Kemudian dari bibir Dokter tua itu meluncur Bahasa kedokteran yang sulit kupahami. Tentang sistem trombosit, tentang leukosit, tentang klasifikasi sel-sel leukemia menjadi penyakit sel-B atau sel-T, tentang perubahan kromosomal atau molekular pada tingkatan DNA, yang semua itu membuat kepalaku pusing untuk mencerna. 

Setelah puluhan menit berkutat dengan angka dan bahasa kedokteran, dia mematikan layar proyektor. Ruang kembali terang. Dahi dokter itu berlipat. Kaca matanya menurun sehingga kantong tebal di bawah matanya terlihat menggelembung. Wajahnya terlihat lelah untuk pagi yang seharusnya ceria. 

“Jadi, apa kesimpulan untuk anak saya, Dokter?” tanyaku. Sebuah kalimat yang seharusnya bisa mempersingkat keterangan panjangnya. Aku hanya butuh itu. 

Dokter Pramoedya melipat tangannya di atas meja. Kaca matanya masih menurun. Bola matanya bergantian menatap aku dan istriku. Kulirik Ratna, dia mempunyai pertanyaan yang sama. 

“Anak Anda menderita Acute Lymphoblastic Leukemia stadium empat. Plus, ada pembengkakan kelenjar getah bening juga di lehernya. Harus dioperasi juga selama proses pengobatan.”

“Bisa diobati kan, Dok?” tanya Ratna tak sabar.

“Bisa. Dengan kemoterapi, transplantasi sel punca, terapi radiasi, dan juga imunoterapi. Tapi....”

“Tapi apa, Dokter?”

Dia menghela nafas sebentar, kemudian melanjutkan, “Sel-sel leukemia yang terdapat dalam tubuh anak Anda berkembang dengan sangat cepat dan telah menggantikan sel-sel sehat. Sel leukemia jahat itu sudah terbawa ke aliran darah, ke organ lain dan jaringan. Termasuk ke otak, hati, dan kelenjar getah bening, di mana mereka tumbuh pesat dan membelah. Anak Anda harus cepat ditangani. Semakin lambat penanganannya, semakin pesat sel leukemia tumbuh dan membelah.”

“Apakah rumah sakit ini bisa melakukan pengobatan?”

Lihat selengkapnya