Tangan Rama sigap mengambil bola basket yang terpantul didepannya. Matanya terfokus pada bola oranye itu, hingga dalam hitungan detik Rama sudah membawa bola itu pergi berada di bawah ring. Sorakan para siswi yang berada dipinggir lapangan, membuatnya emosi lalu beralih menghentamkan bola basket ke lapangan bukan melempar kedalam ring. "Kalo nonton gausa brisik!" begitu ujarnya. Nara yang kebetulan saat itu sedang menemani Zeala terhentak dalam hati "ih seenaknya banget" batinnya. Namun Nara tetap diam bahkan menatap kearah pintu keluar lapangan. Zeala terperangah "tu kan Ra. Dari cara ngomongnya aja tuh keliatan banget kalo dia bijaksana, tegas" bangganya, Nara berfikir lain "plis deh la, lo bangga digituin? Normal ga sih kaliatan tuh? Jelas jelas si Rama marah gara gara kalian teriak gajelas" Zeala tak mengindahkan jawaban Nara, tetap menatap beku pada lelaki yang mulai memantulkan bola basket nya perlahan. Rama melempar bola oranye, sewaktu ia ikut melompat, otot kaki dan tangannya terlihat sangat kekar. Itulah pertama kali Nara menatap terpana seorang lelaki. Saat Nara sibuk menelisik ragu, Rama yg sudah kembali bersentuhan dengan tanah melirik ke arahnya. Lalu menatap sombong. Cuih! Nara membalas dengan tatapan datarnya. Tak lama setelah Rama berbalik badan, lapangan basket dipenuhi dengan suara teriakan gadis gadis yang menurut Nara norak itu. Setelahnya Nara memilih untuk meninggalkan Zeala terlebih dulu, Nara tak suka keramaian seperti ini.
Nara berhenti didepan barisan loker loker para siswa, lalu ia membuka loker miliknya, berniat mengambil barang yang akan ia bawa pulang, namun alangkah terkejutnya saat ia malah disambut dengan surat surat yang berjatuhan. Nara buru buru mengambilnya, sebelum ada yang melihat dia dalam keadaan menerima surat tanpa ia ketahui pengirimnya. Selesai memungut surat yang berjatuhan, Nara kembali terkejut dengan surat ber amplop tebal. Ia berniat untuk membuka dan membacanya, namun ia urungkan saat Zeala datang menepuk pundak Nara "Kampret, gue ditinggalin" ujarnya sembari menyedot jus stroberi yang ia bawa saat menonto pertandingan basket tadi. Zeala melihat tumpukan surat yang Nara bawa "apaan tuh?" tanya nya, Nara menggeleng "ngga tau, waktu gue buka loker, jatuh semua" jawab Nara polos. Zeala mengambil salah satu surat tersebut. Lalu membacanya pelan "Ra, ada yang suka sama lo, disini sih tandanya cuman kelas 11 Ipa 3" terang Zeala saat selesai membaca. Nara menggeleng bingung, dan berjalan meninggalkan Zeala, "heh! Diti.... Ra! Kok lo buang sih?!" tegurnya saat surat surat tersebut sudah tenggelam didalam tumpukan sampah lainnya. "ngga penting la, kita sekolah buat belajar, bukan ajar cari jodoh, oke?!" Nara santai saja meninggalkan Zeala lagi, Zeala memutar bola matanya malas. Ada saja perempuan seperti Nara di sekolah ini begitu kira kira yang ada dalam fikiran Zeala.
Silau senja membelah mata seorang pria yang gagah menarik senar panahnya, lalu berhasil menusuk tujuan dengan hasil yang memuaskan, ia melangkah, tersenyum melihat perkembangan hasil dari kesungguhannya. Rama mengambil beberapa anak panah yang sukses menebas angin di sore hari.
Setelah Rama berhasil mengumpulkan anak panahnya, ia melihat langkah kecil yang sedikit berlali di pinggir taman, Saat itu pun tatapannya tak luput dari gadis tersebut, gadis yang menurut Rama tak pernah bisa ditebak jalur berfikirnya. Wanita itu berjalan membawa beberapa bingkisan dan masuk kedalam sebuah rumah kosong diujung komplek. "kenapa sih tu cewek aneh banget?" tanya nya dalam hati. Rama berjalan menuju mobil nya, lalu memasukkan peralatan memanah dan pergi mencoba mencari tau apa yang sebenar nya gadis itu lakukan saat masuk kedalam rumah tak berpenghuni selama bertahun tahun.
Langkah Rama sengaja memelan agar tak mengundang perhatian gadis tersebut, dan Rama terkejut saat ia mendengar suara lelaki yang tertawa hambar.
Rama berlari, berniat menyelamatkan Nara didalam sana, namun apa yang ia duga salah, ternyata mereka tengah menikmati hidangan yang dibawa oleh Nara tadi. Nara terlihat takut menatap Rama yang semakin mendekat "kenapa makan disini?" tanya Rama kepada Nara, Nara yang ditanya diam, hanya menatap makanan didepannya "Rumah kami disini kak" jawab anak kecil yang duduk disebelah lelaki tua yang sepertinya tokoh dibalik gelak tawa mengejutkan tadi, sepertinya lelaki itu adalah ayah dari gadis kecil tersebut. Nara berdiri "Nara duluan ya om, Nara ada kerjaan yang harus Nara selesein" pamitnya. Lelaki tua itu mengangguk, mempersilahkan Nara pergi dengan senang hati.
Nara menarik tangan Rama, dengan paksa mengajak nya pergi dari rumah tua tersebut. "ngapain lo ngikutin gue?" tanya Nara seusai melepas genggamannya "habis lo aneh, setiap gue latian lo selalu kesitu bawa bingkisan" jawab Rama santai saja "apa yang aneh?" Nara menyelidik "gue kira tu rumah kosong kaga ada orang, makannya gue anggep lo aneh bawa bingkisan kerumah kosong. Gue kira lo main dukun" "enak aja lo". Mereka berjalan dalam diam, tak ada sepatah kata pun diantara mereka terucap, hingga Nara bertanya "jadi lo itu Rama atau Rangga?" Rama terkejut "mirip ya, makannya lo gabisa bedain" elak Rama "gue kira kayanya baik Rangga dari pada lo"
"kenapa lo bilang gitu?"
"fakboy" ah. Nara memang seenaknya bila berbicara dengan seorang lelaki. Namun saat ini, Rama tak terlalu merespon jawaban Nara yang terkesan menusuk masa lalunya. Rama berjalan menjauh dari Nara, Nara diam bersikap tak peduli "Eh, Kalo lo ketemu Rangga bilangin ya, suruh pulang" ujar Rama sebelum ia masuk kedalam mobilnya "dia di panti, datengin aja" Jawab Nara sembari meninggalkan Rama melihat punggung mungilnya. "sifat cuek lo emang gabisa diubah kayanya ra" bisiknya dalam hati.
Rama menyalankan mesin, pergi meninggalkan taman menuju ke panti asuhan yang Nara ucap tadi.