Sinar Matahari menggelitik permukaan kulit Zeala yang masih tertidur diatas ranjangnya, ia terbangun lagi setelah 20 menit yang lalu menitipkan izin kepada Nara dan berbicara dengan ibunya. Zeala sebagai anak semata wayang pun tak diizinkan sekolah, dan berakhir menitipkan izin lewat Nara tadi. Zeala berkali berkali melontarkan kata maaf, karna entah untuk ke berapa kali dalam semester ini tak bisa menemani Nara sekolah. Padahal seorang Nara hanya terbiasa berbicara panjang dengannya, dan jika tak ada Zeala, Nara akan lebih sering diam di dalam kelas.
Nara duduk setelah bel masuk berbunyi, begitupun para siswa yang berkeliaran diluar secara otomatis melangkah kan kakinya kedalam kelas. Nara membuka buku hitam miliknya, menulis beberapa kata di tengah tengah barisnya. Lalu menutup setelah dirasa sempurna.
Sheva dengan percaya dirinya duduk di sebelah Nara, tempat dimana Zeala biasanya ada. Nara diam, tak menganggap Sheva ada disamping nya "Zeala kemana? " tanya nya tanpa basa basi "sakit" jawab Nara singkat. Sheva mengangguk, lalu berdiri dan pindah ke tempat duduknya, barulah Fauzan dan Zidan datang menyusul dengan membawa kerusuhan. Selalu seperti ini.
2 jam Matematika, panas sudah fikiran Nara saat ini, namun mau tak mau ia harus tetap memahami setiap rumus yang berjejer di papan putih kelasnya. "olimpiade matematika antar sekolah akan diadakan minggu depan, bersamaan dengan festival olahraga dan budaya" jelas Pak Saptoro selaku waka sekolah. "pak, buat anak yang ga ikut club gimana? " tanya Zidan dengan mengangkat tangannya, jangan salah, sebego bego nya Assoy adab mereka masih dan diagungkan. "buat anak yang nggak ikut club diwajibkan mengikuti salah satu perlombaan dari sekian banyak audisi, biar nanti gak gabut gabut aja cuman muter lihat lihat" jawab Pak Saptoro membuat seisi kelas mengangguk.
Nara tersenyum setelah mendapatkan bakso miliknya, ia menyapu pandangan, mencari dimana tempat duduk yang kosong dan tak terlihat. Hingga ia mendapati salah satu meja di sudut kantin, ia duduk dan perlahan membuka bungkus es krim nya terlebih dulu, memakan nya perlahan, menikmati setiap tetes dari es krim tersebut. "kaya bocil aja tiap hari belinya es krim" Nara menghentikan aktivitas nya, lalu menoleh dan mendapati Rama disebelahnya, Nara menatap nya sinis, seperti gadis gadis lain menatap Nara sekarang. Nara ingin menegur, namun ia tak mau memperpanjang masalah, lagipun kantin adalah tempat umum, Nara tak bisa memvonis bahwa meja ini hanya boleh ditempati olehnya.
"lo ikut club apa Ra? " tanya Rama dan dengan percaya dirinya meminum susu coklat milik Nara, Nara menatap Rama heran "lo mau ngutang ke gue tinggal bilang, gausah basa basi" Nara mulai malas dan memilih untuk meninggalkan bakso yang sama sekali belum ia sentuh. Sebelum ia benar benar meninggalkan kantin, kakinya melangkah kembali untuk membeli 2 buah roti, sekadar mengganjal rasa lapar nya. Rama tersenyum mendapati sikap Nara yang benar benar tak peduli dengan dirinya.
Fauzan menepuk pundak Rama dengan tawa nya yang terlihat sangat mengejek.
"seorang Rama dikacangin ges! "
"zan lu apaan sih! Gausa sok sok an mau bully Rama" cergah Zidan
"tau! Bilang aja gamau jajain" sahut Kevin
"Fauzan gabole gitu"
"eh jangan, bos kita lagi butuh kasih sayang, tapi mbok ya lo sadar dikit deh Ram, ga semua cewek bisa ditaklukkan dengan, tampang, harta dan tahta" ujar Luqman