Fantasi

Raden Maesaroh
Chapter #3

Bab 3

Acara pembukaan promosi hanya berlangsung dua jam. Setelah itu, Eugene harus bertemu dengan beberapa orang penting yang merupakan sponsor untuk acara film dan drama dan semua acara itu selesai pada pukul 8 malam. Ia kembali ke kamar hotel dan beritirahat sejenak lalu mandi. Setelah selesai mandi, ia mengeluarkan skrip film dan membaca-bacanya. Eugene ingat hari itu seharusnya akan ada seseorang yang mengantar bunga dan vasnya, tetapi sampai detik itu yang dinantikannya tidak ada.

Eugene harus mengakui lelaki yang mungkin pemilik toko bunga itu sangat menarik perhatian dirinya. Itu pertama kali dalam hidupnya ia memiliki pengalaman seperti itu, bahwa hatinya bergetar saat pertama kali ia beratatapn dengan seorang lelaki yang wajahnya terlihat dingin dan yang dengan cepat mengalihkan pandangannya saat mata mereka beradu pandangan.

Sebenarnya itu adalah hal yang aneh. Yang ia tahu lelaki atau siapa saja akan berebut untuk menatapnya karena bagaimana pun ia adalah seseorang yang terkenal, Namun, lelaki itu malah mengalihkan tatapannya dan setelahnya selama mereka berinteraksi di toko bunga tadi siang, ia sama sekali tak menatap dirinya. Lucunya, ia sama sekali tidak terhina.

Eugene menelfon resepsionis, berpikir mungkin lelaki itu menitipkan bunga dan vasnya di sana. Namun, hasilnya nihil karena memang tidak ada satu pun yang menerimanya.

"Oh, begitu. Baiklah! Terima kasih atas informasinya," ujar Eugene sambil menutup telfonnya. Wajahnya terlihat agak kecewa.

"Apakah dia lupa? Oh atau dia tidak menerima pesanku?" Eugene bicara sendiri sambil masih duduk di atas ranjangnya. Ia lalu menghela napas panjang.

"Sudahlah! Aku bisa datang kembali ke tempatnya dan bertanya. Ini hanya hal kecil," ucap Eugene kepada dirinya sendiri. Ia berdiri dari duduknya dan pergi ke kamar mandi sebentar lalu kembali ke kamarnya kemudian mematikan lampu bersiap untuk tidur.

Eugene menarik selimut dan memejamkan matanya. Sejenak ia melihat Hpnya. Jelas di sana pukul 10 malam. Jadi, ia berpikir sangat mustahil seseorang mengantar bunga pada waktu itu. Dia memejamkan matanya dan tidur. Pukul setengah dua belas malam, kamarnya diketuk pelan. Entah berapa lama ketukan itu berlangsung, yang jelas ia terbangun ketika suara ketukannya masuk ke telinganya.

Eugene bangkit dari posisi tidurnya. Ia berpikir bahwa yang mengetuknya adalah manajernya. Hari itu, manajernya memang belum memberitahu tentang jadwal yang harus ia lakukan untuk esok hari dan meskipun ia sudah tahu, manajernya tidak pernah mangkir tugas untuk memberitahunya lagi dan lagi sampai hari itu. Memang tadi, manajernya masih berbicara dengan beberapa tamu di pesta dengan para sponsor dan produser dan mengizinkannya untuk pulang lebih dulu karena ia harus istirahat untuk kegiatan besok dan bilang jika ia pulang ia akan mengingatkan tentang jadwal.

Sekali lagi terdengar suara orang mengetuk pintu. Ia pikir itu dari connecting door. Jadi tatapannya ia arahkan ke sana. Sebenarnya, manajernya bisa saja langsung masuk, tapi ia tak pernah melakukannya. Manajernya selalu mengetuk sampai ia mengatakan boleh masuk. Setelah ia mendegar suara ketukan lagi, ia menyadari bahwa ketukannya tidak berasal dari sana. Ia melihat ke arah pintu dan benar saja sumber suaranya dari sana. Eugene menuruni ranjang dan mengambil luaran gaun tidurnya. Ia merapikan rambutnya sebentar lalu berjalan menuju pintu dan membukanya perlahan dengan pikiran manajernya berdiri di sana lalu meminta maaf karena menganggunya malam-malam sebab ada hal penting yang ia harus bicarakan.

Kenyatannya, ia melihat seorang lelaki memakai pakaian seperti staf jasa angkut barang dengan topi hitam berdiri di sana dan tangan kanan dan kirinya sibuk memegang bunga tulip dan vas dan plastik yang berisikan jeruk.

"Oh!" Eugene kaget.

"Mohon maaf, Gogaeg-Nim. Aku Choi Yoongi dari toko bunga yang Anda datangi tadi siang. Saya baru bisa mengantarkan ini pada waktu selarut ini. Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya." Suara lelaki itu pelan karena tidak mau mengganggu orang lain yang menginap di hotel itu juga, tetapi jelas ia terdengar menyesal dan ia menunduk.

"Silakan masuk. Yoongi-Nim bisa menjelaskannya di dalam." Eugene membuka pintu lebih lebar memberikannya ruang untuk masuk.

Yoongi menganggukkan kepalanya dan masuk ke dalam kamar Eugene yang masih gelap. Mereka berdiri berhadapan di balik pintu. Eugene melangkah mendekati Yoongi membuat Yoongi memundurkan tubuhnya tapi ia tidak bergerak dari posisinya. Yoongi pikir Eugene akan melakukan sesuatu kepada dirinya. Nyatanya, tangannya meraih saklar lampu yang berada tepat di belakangnya.

"Maaf, aku hanya ingin menyalakan lampu," ujar Eugene yang melihat Yoongi terlihat kikuk dan tetiba kaku di sana. Gestur tubuhnya jelas mendeskripsikan rasa ketidaknyamanan.

"Ah, iya, oh!" Yoongi tebatuk.

"Bunganya!" ujar Eugene sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk menerima bunganya.

"Ah, iya!" sahut Yoongi dan menyerahkan semua barang yang ada di tangannya. Ia masih terlihat kikuk dan malu.

"Gogaeg-Nim meninggalkan plastik jeruk di sana." Yoongi menjelaskan sambil menunjuk plastik jeruk yang berada di tangan Eugene sekarang.

"Ah, iya." Eugene baru menyadarinya. Ia lalu berterima kasih.

Yoongi menganggukkan kepalanya. Keduanya masih berdiri berhadapan dan terlihat canggung.

"Kalau membiarkan bunganya seperti itu, bisa cepat mati," ujar Yoongi.

"Ooh iya!" jawab Eugene. Dengan cepat ia berjalan menuju meja menyimpan semua barang kecuali vas.

"Aku akan mengisi air sebentar. Silakan duduk dulu!" ujar Eugene sambil menunjuk kamar mandi lalu ke sofa.

"Oh. iya," ujar Yoongi lalu ia duduk.

Matanya mengamati setiap bagian hotel sampai pada meja yang tepat di hadapannya. Di atas meja itu terdapat beberapa skrip dan majalah-majalah yang sepertinya sudah selesai ditandatangani. Sementara itu, Eugene di kamar mandi masih mengisi vasnya dan ia menatap dirinya di depan kaca sambil tersenyum sendiri dan mengatur napasnya. Entah kenapa dadanya bergetar begitu saja dan ia masih mencoba agar itu tidak terlihat kentara dalam sikapnya khususnya ketika mereka berinteraksi.

"Malam hari sebaiknya disimpan di luar," ujar Yoongi setelah memperhatikan Eugene yang hanya menyimpan menyimpan bunga itu di meja.

"Ah, iya. Aku akan melakukannya." Eugene tersenyum. Sikapnya terlihat gugup dan Yoongi juga sama.

"Aku akan membantu Gogaeg-Nim," ujar Yoongi sambil membawa bunga dan berbalik berjalan menuju balkon untuk menyimpan bunganya di luar.

"Sunmin," ujar Eugene sesaat setelah Yoongi kembali dari balkon.

"Maaf!" ujar Yoongi dengan sopan dan ia jelas terlihat bingung.

"Yoongi-Nim boleh memanggilku Sunmin. Namaku Park Sunmin," ujar Eugene.

"Ah, begitu!" Yoongi tampak gugup.

Eugene tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

Lihat selengkapnya