Aku masih duduk di bangku kelas bersama Gina. Aku tidak mau berdesakan dengan siswa-siswa lain yang mau ke kantin juga. Lebih baik menunggu sambil sedikit membahas pelajaran tadi. “Hai, Sekar, Gina!” Afri menepuk bahu kami. Aku menoleh. “Oh, hei Afri. Ada apa? Apa kelasmu sudah keluar?” “Tentu saja. Kalau tidak, aku tidak mungkin ke kelas kalian.” “Apa tujuanmu datang ke sini? Menemukan sebuah misteri?” canda Gina. Afri memalingkan muka dan mencibir, “ Tidak! Aku hanya ingin ngobrol saja dengan kalian. Sudah lama.”
Aku tersenyum. “Kalau begitu kita ke kantin bersama saja. Kelas sudah sepi.”
Afri dan Gina mengangguk. Kami berjalan keluar kelas dan menemukan kantin sudah penuh oleh siswa kelas 7. Rata-rata mereka membeli es krim dan bisa kutebak, menu terfavorit hari ini, pasti es krim dan sandwich.
Setelah menemukan tempat duduk yang cukup strategis, aku, Gina, dan Afri duduk. Meja kantin berbentuk bundar, sehingga kami dapat duduk melingkar.
“Apa yang akan kalian pesan? Nyonya Gina sudah siap!” seru Gina sambil berputar ala balet. Mulai lagi, deh ....
Afri terkikik. “Baiklah pembantuku, silakan ke sini!”
Gina mendelik. “Aw, seorang pelayan restoran berbakat kamu sebut pembantu, hah?”
Afri tertawa lagi. “Hei, cepatlah aku sudah lapar!”
“Oke dan jangan sebut Nyonya Gina ‘pembantu’. Cepat apa yang ingin kalian pesan!” seru Gina sambil berlagak menulis pesanan.
Setelah selesai mengutarakan apa yang akan aku dan Afri pesan, Gina pergi menuju Ibu Kantin. Sambil menunggu Gina kembali, aku membuka pembicaraan dengan Afri.
“Kamu sudah belajar dengan guru baru?”
“Maksudmu Miss Dinda, guru Fisika?”