Michael Faithlaw menatap pemandangan di luar jendela dari balik kursi keretanya. Wajahnya yang putih dengan hidung mancung terlihat berseri-seri. Rambutnya yang bergaya mohawk tersisir rapi. Michael menyukai jalanjalan. Apalagi, jalan-jalan untuk tujuan mulia.
Deru mesin kereta terdengar seiring perjalanannya menuju Desa Bruglay. Sebuah desa tempat dia dan teman-temannya akan melakukan bakti sosial. Acara yang sangat mengasyikkan. Berbagi dan melihat senyum ketulusan masyarakat.
Daun-daun yang menghijau di pelataran rumah warga tampak menyegarkan mata. Meskipun kehadiran alam yang sejuk itu hanya beberapa detik sebab kereta melaju begitu cepat.
Di sebelah Michael, ada Frenzy yang tengah terlelap menikmati mimpi. Kacamata dengan bingkai berwarna hitam yang dipakainya melorot, namun tidak membuat kacamata itu jatuh. Frenzy berperawakan besar, dengan kulit yang putih, dia tampak seperti anak yang culun.
Sementara di hadapannya, ada Grace yang bersampingan dengan seorang paman penumpang lain. Grace dan Michael, keduanya asyik menikmati camilan kacang hangat beraroma madu.
Di sisi lain, ada banyak petugas berlalu-lalang menawarkan fasilitas yang disediakan kereta, seperti menawarkan beberapa menu makanan dan minuman, atau menawarkan bantal-bantal empuk agar penumpang nyaman dalam perjalanan.
Ketiga remaja itu merupakan panitia penyelenggara bakti sosial yang rencananya akan diadakan setelah ujian akhir semester nanti. Mereka akan survei tempat untuk pelaksanaan bakti sosial. Bruglay, sebuah desa di sudut Kota Harington Clay yang masih tercium aroma lawasnya. Desa terpencil dengan penduduk berstatus ekonomi menengah ke bawah.
Kereta yang mereka naiki menuju Stasiun Harington Clay. Tampak beberapa bangunan bersejarah melintas di sisi kanan dan kiri kereta, menjadi pemandangan tersendiri. Dari kejauhan, tampak kereta akan mendekati sebuah stasiun pemberhentian. Tertera jelas sebuah papan besar bertuliskan, “Harington Clay”. Pertanda perjalanan ketiga sahabat itu telah sampai.
“Frenzy, bangunlah! Kita telah sampai,” Grace membangunkan Frenzy.
Michael tidak menghiraukannya, dia langsung mengambil tas ransel dari atas kursinya.
Laju kereta mulai melambat. Dalam beberapa menit, kereta pun telah sampai di stasiun Kota Harington Clay. Ketiga remaja itu keluar dari stasiun dan memandang ke sekeliling. Stasiun Harington Clay terlihat bersih dan rapi.
“Frenzy Grill, kamu mau ke mana?” tanya Grace pada Frenzy yang melangkah melenggang sendiri entah ke mana.
“Aku lapar, Grace. Coba lihat, kedai roti di sana tampaknya enak!” Frenzy terus melangkah mendekati sebuah kedai.
“Tampaknya, camilan tadi sudah cukup mengganjal perutku!” Grace mendengus, namun langkah kakinya mengikuti Frenzy. Kemudian, ketiganya telah tiba di sebuah kedai roti di kawasan stasiun.
“Halo, Adik-Adik, yang berwajah manis. Apa yang akan kalian pesan?” sambut seorang wanita bernama Madam Eliza dari balik ruangan, kemudian melangkah menghampiri ketiganya.
“Roti topping keju cokelat berlapis madu, dan ... cokelat hangat,” pesan Frenzy tidak sabar. Tampak dari raut wajahnya dia begitu kelaparan.
“Aku pesan roti topping blueberry dan selai nanas, tambah cokelat hangat juga, ya,” sambung Michael.