Fantasteen Ghost Dormitory in Paris

Mizan Publishing
Chapter #3

1

"Kenapa aku harus ke asrama?”

Ayahnya menghela napas, sementara ibunya menggosok-gosok kening. Dia merasa dirinya kelewat manja, tapi itu tidak mengubah kemarahan Eleonor karena dia dikirim ke asrama tanpa peringatan sebelumnya.

“Kamu bisa belajar jadi lebih dewasa di Lumières.” “Dewasa atau jadi kutu buku?” “Eleonor, jaga bicaramu! Dengan tingkah seperti ini,

kamu memang harus dimasukkan ke asrama.” Seharusnya kalian minta pendapatku lebih dulu.

***

Eleonor membuka matanya yang berair. Dia menatap langitlangit yang masih asing. Langit-langit kamar asrama Lumières Académie.

Gadis itu memaksa tubuhnya bangkit. Langit cerah dan ini hari Minggu. Eleonor nyaris mendengar dirinya mengeluh mengenai asrama lagi. Tapi, tidak ada gunanya mengeluh sendirian.

Yang sebenarnya dia sesali hanyalah tidak sempat berbaikan dengan orangtua dan dia tidak sempat pamit kepada teman-temannya. Sekarang, dia tidak bisa kembali ke rumah selama tiga bulan.

“Harusnya hari ini aku bisa ke mal.” Akhirnya, Eleonor mengeluh lagi. Tidak ada yang bisa dia lakukan di sini. Kamar kecil itu berbentuk trapesium dengan jendela kecil berteralis hitam. Eleonor merasa seperti burung dalam sangkar.

Eleonor memalingkan kepala ke kamar kecil barunya yang suram. Ada tiga kasur yang dijejalkan di sana. Eleonor memilih kasur paling ujung dekat jendela.

“Berarti harusnya ada dua anak lagi. Hm,” Eleonor bergumam keras-keras mencoba mengusir sepi. Biasanya pada hari dan jam yang sama dia sedang berada di mal bersama —paling tidak— lima temannya.

“Kalau kalian tidak menginginkanku, kenapa tidak kirim saja aku sekarang ke asrama?!”

“Ugh ....” Dia menyesali perkataannya tadi pagi. Harusnya dia datang pukul lima. Sekarang, masih pukul empat —meskipun dia sudah datang sejak dua jam yang lalu— dan berakhir dengan meratapi diri sendiri di sekolah yang nyaris kosong melompong. Selain resepsionis dan satpam, dia belum melihat siapapun.

“Sekolah macam apa yang guru-gurunya belum datang satu jam sebelum hari pertama?!” Eleonor menendang tembok putus asa.

THUNK!

“Whoa!” Eleonor meloncat mundur, kaget. Aku tidak menyangka suaranya akan sekeras itu.

“Ugh, sekolah ini mungkin akan rubuh kalau aku menendang lagi.” Eleonor duduk bersila di atas kasur dan masih bersungut-sungut. Dia agak khawatir dengan bunyi keras tadi. Mungkin saja dia mematahkan pipa besi. Namun, kekhawatirannya lenyap saat sebuah ketukan di pintu terdengar.

“Ah, teman sekamarku datang!” Eleonor melonjak bangun dengan gembira. Meloncat dari kasur ke lantai dan melambung-lambungkan dirinya ke pintu. “Sebentaaar!”

Mirip malaikat kecil? Atau cewek stylish yang tomboy?

“AAAH!”

Sesosok pucat berambut panjang hitam berdiri di pintu. Separuh wajah tertutup rambut. Sebuah mata luar biasa besar berwarna hitam mengintip dari balik rambutnya, menatapnya lekat-lekat sementara sosok itu merangsek maju.

Eleonor hendak menjerit lagi ketika sosok itu menghentakkan kepala ke belakang, membuat rambutnya tersingkir dari wajah. Masih dua mata hitam besar, namun kali ini tampak “manusiawi”.

Lihat selengkapnya