Tungguuu!” teriak Bu Kusmin. Ibu Kantin Sekolah mengejar anak lakilaki yang berambut sedikit pirang dari lahir. Dia atlet lari sekolah dan jago basket. Beberapa siswa menonton aksi kejar-kejaran itu. Mereka tidak asing lagi melihat pemandangan seperti itu. Walaupun, Bu Kusmin mengejar dengan kecepatan maksimal, beliau tetap tidak dapat menyusul Jack. Tiba di pertigaan, Jack mencari tempat sembunyi. Pandangan mata dia sebarkan ke penjuru ruangan. Ketika sepasang matanya menangkap taman belakang sekolah yang tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri, dia segera memacu kaki untuk berlari sekencang angin. WHUIZZZ. Dengan napas ngos-ngosan, Jack bersembunyi di balik pohon besar yang ada di taman belakang sejak sekolah berdiri.
“Awas saja kalau saya bertemu dengan anak nakal itu. Tidak akan saya ampuni,” komentar Bu Kusmin. Dadanya naik turun lebih cepat dibandingkan dengan Jack. Dengan tertatih-tatih, Bu Kusmin berjalan kembali ke kantin. Jack yang memperhatikan Bu Kusmin sedari tadi hanya cekikikan di balik bangku.
“Hm ... lumayan dapat dua otak-otak sama satu lemper.” Jack mengamati jajanan yang baru dia ambil dari kantin milik Bu Kusmin. “Ngomong-ngomong, mana, nih, Si Rex? Katanya mau minta? Lama-lama, gue embat sendiri, deh,” gumam Jack yang kelihatannya tidak sabar memasukkan jajanan ke mulutnya.
Tiba-tiba, Jack merasakan telinganya dijewer seseorang. Dia mengaduh kesakitan dan langsung menoleh ke arah orang yang menjewernya. Ternyataaa ... yang menjewer Jack seorang wanita cantik, anggun, dan memiliki sayap. Bidadari, dong? Bukan-bukan, cewek yang ngejewer Jack itu malah kebalikannya. Dia tomboi, judes, galak, ya, walaupun memang cantik, sih. Siapa lagi kalau bukan Tiara.
“Apaan, sih, lu jewer-jewer aja. Kuping gue terlalu berharga buat lu pegang.” Gerutu Jack sembari menepis jeweran Tiara.
Tiara cuma cengar-cengir saja. Tiara melirik ke arah jajanan yang dipegang Jack. “Nyuri jajan lagi, ya?”
“Enggak. Gue cuma minjem,” elak Jack. Ya, dia paling tidak suka dibilang “mencuri”. Alasannya kalau mencuri itu mengambil diam-diam tanpa diketahui orang, tidak membayar, dan kebanyakan pencuri membawa senjata berbahaya. Nah, kalau yang dia lakukan terangterangan dan tanpa membawa senjata berbahaya. Ya, meskipun enggak bayar, sih .... Kalau lagi banyak duit, Jack bakalan bayar semua utang-utangnya di kantin. Untuk sementara ini ... berhubung dia enggak punya uang dan enggak ada yang mau minjemin, jadinya dia minjem makanan langsung di kantin.
Um ..., sebenarnya Jack seperti itu bukan karena miskin. Dia termasuk cowok dari keluarga berada. Masalahnya, Jack tidak tinggal bersama orangtua, melainkan bersama Paman yang terkenal pelit. Pamannya hanya memberi uang jajan Rp3.000 per hari. Padahal, orangtua Jack yang berada di luar negeri selalu mengirimkan uang yang lumayan banyak untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Bisa saja Jack ngaduin hal itu, tapi dia enggak mau membuat Paman dan orangtuanya bermusuhan. Makanya, dia tetap diam sampai sekarang. Kasihan juga Si Jack ....
“Halah .... Terserahlah lu mau bilang apa. Sini, bagi makanannya buat gue, dong,” pinta Tiara yang nadanya terdengar memerintah. Tangannya sudah siap-siap ....
“Enggak boleh. Enak aja lu. Gue dapetin ini dengan usaha keras tahu enggak, sih? Masa, lu dengan gampangnya minta gitu aja ke gue? Pokoknya, enggak boleh binti enggak bisa,” tolak Jack mentah-mentah.
Tiara cemberut. Bibirnya sampai monyong dua mili. Masalahnya, hari ini dia lupa enggak bawa uang, sementara cacing-cacing di perutnya sudah merengekrengek minta makan. Tiba-tiba, sebuah bohlam menyala di atas kepala Tiara. Rupanya, dia mendapat ilham dari Sang Kuasa. Halah ....
“Kalau enggak ngasih, gue bakalan cerita ke orangtua lu tentang kelakukan lu di sekolah,” Tiara mengancam.
Pasti kalian pengin tahu, kan, kenapa Tiara bisa kenal sama orangtua Jack? Ya, sebenarnya ini agak rumit. Jadi, Tiara dan Jack itu teman kecil yang akrab dan bertetangga. Karena sesuatu hal, Jack pindah ke kota lain. Takdir dari Sang Mahakuasa membuat mereka bersatu kembali di kelas 10-A SMA Serviam. Walaupun, ketika pertama kali ketemu lagi agak canggung, tapi akhirnya mereka dapat berkomunikasi seperti biasa bahkan lebih akrab bila dibandingkan dengan hubungan mereka sewaktu kecil.
Dengan bersatunya mereka di kelas itu, ternyata tidak membawa berkah bagi kelas 10-A. Karena, mereka berdua dibantu dengan teman lainnya, Tasya dan Rex, sering berulah dan membuat kelas itu menjadi kacau. Sampai guru pun terkadang merasa ogah jika hendak mengajar di kelas 10-A. Ckckck ....
“Eittt, jangan, dong. Plisss .... Oke, deh, gue kasih lu satu otak-otak.” Jack membuka bungkus makanan dan memberikan satu kepada Tiara. Akhirnya! Tiara tersenyum puas. Ancaman semut yang dia buat rupanya mempan menciutkan keegoisan Jack.
Tidak beberapa lama, seseorang yang masih satu spesies dengan mereka datang. Dia termasuk orang yang pendiam meski terkadang keluar juga bawelnya. Nilai plusnya, dia tipe teman setia kawan dan perhatian. Postur tubuhnya, sih, okelah .... Tinggi semampai, hidung mancung, kulit putih dengan gaya rambut yang agak sedikit liar seperti karakter cowok dalam komik Jepang pada umumnya. Match banget sama hobinya yang suka baca komik Jepang.
“Jack, gimana? Lu udah berhasil ngambil makanannya? Katanya mau bagi-bagi?” Rex langsung nyerocos nagih janji.
“Apaan, lu telat, sih. Jatah lu udah diambil sama Tiara. Huh,” dengus Jack kesal.
Rex hanya menatap nanar bagiannya yang kini berpindah tangan ke Tiara. Tentu saja dia tidak berani memintanya. Yeah, tanpa dijelaskan kalian pasti tahu alasannya, bukan?