Pagi ini, aku mengayuh sepeda kuat-kuat menuju rumah. Setelah pertigaan itu, jalannya cukup menanjak. Bahkan, tanjakannya konstan naik, tidak memberiku kesempatan bernapas sedetik pun.
Kesalahan besar. Aku tahu ban sepedaku agak kempes sejak kemarin sore, namun aku meremehkannya. Lagi pula, hidup tidak berputar 24 jam di desa kecil tempatku tinggal. Kemalaman sedikit saja, semua toko dan bengkel sudah tutup. Kalau kamu berjalan sendiri di jalanan ini pukul 9.00 malam, lalu seseorang menculikmu, tidak peduli sekeras apa pun kamu berteriak meminta tolong, besar kemungkinan tidak ada telinga yang menangkap suaramu. Kamu akan menghilang tanpa jejak, seperti uap terbang ke udara.
Aku mengerem sepeda begitu sampai di pintu depan rumahku. Sekarang masih pukul 5.00 pagi. Langit masih abu-abu. Bulan masih menggantung di ufuk barat.
Aku turun dari sepeda, membuka daun pintu lebarlebar, menjejalkan sepeda agar masuk di pintu sempit itu, kemudian memarkirnya di antara motor Ibu dan kakakku.
Masuk rumah, kulepas jaketku dan melemparnya sembarangan. Saat itu, aku hanya peduli satu hal: revenge pada seorang pemain Clash of Clans dari Rusia yang tidak bisa kubaca namanya karena dia telah mencuri sebelas trophy-ku, menjarah elixir dan gold-ku dengan tangan-tangan kotor para Barbarian.