Farewell to the Stage

Dyna Rukmi Harjanti Soeharto
Chapter #3

Senja Memeluk Luka

Senja sedang membuat materi untuk workshop menulis di sebuah SMA swasta lusa, saat tak sengaja tangannya memencet galeri foto. Foto Saskia dan ayahnya seketika memenuhi layar laptop. Foto-foto yang diambil saat mereka berlibur di Jogjakarta sebelum pandemi melanda. Saskia tampak bahagia di pelukan ayahnya yang juga kelihatan ganteng di situ. Kedua orang itu memang bucin satu sama lain. Senja tersenyum sambil mengusap air yang mengalir dari matanya.

           Saskia, permatanya yang cantik, seharusnya berusia delapan belas tahun bulan depan. Hampir bersamaan dengan ultah pernikahannya yang kesembilan belas. Namun Senja sendirian di sini. Saskia dan Aidan, ayahnya, sudah tidak lagi bersamanya. Mereka berdua meninggalkannya sendirian memeluk luka. Dua tahun yang lalu gadis cantiknya itu pergi bersama gelombang covid yang maha dahsyat. Disusul oleh ayahnya delapan bulan yang lalu, meninggalkan luka menganga di hati Senja.

           “Tante Senja!” Aurora, keponakan Senja, melongokkan kepalanya di pintu kamar yang terbuka. Gadis 26 tahun itu seorang dosen di sebuah perguruan tinggi negeri di Banyuwangi ini. Hari ini gadis itu pamit pulang agak malam karena ada kegiatan di kampusnya.

           “Eh, Ra, baru pulang?”

           “Iya. Tante sedang apa?” Gadis itu melangkah masuk dan mengambil tempat duduk di ranjang di samping kursi yang diduduki Senja. Melihat laptop Senja, gadis itu paham bahwa sang tante sedang teringat pada keluarganya.

           “Tante kangen mereka?” Perempuan yang lebih tua itu mengangguk, matanya berkaca-kaca.

           “Dulu kami biasa menghabiskan waktu untuk nonton bareng, atau ngobrol bertiga di teras sambil melihat bintang. Sekarang Tante sendirian.” Senja tersenyum pahit.

           “Rora juga sendirian, Tan.” Gadis tomboy itu balik menatap Senja dengan penuh kesedihan. Ya, mamanya meninggal saat Aurora kelas 9. Dan papanya, kakak Senja, juga meninggalkannya sebulan sebelum Aidan. Mereka kini hanya tinggal berdua saja.

           “Mereka sudah bahagia, berkumpul bersama mama dan papa, juga nenek.” Aurora mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Mereka berpelukan dalam kesedihan.

Lihat selengkapnya