Dari ujung jalan besar, sebuah mobil sport berwarna putih melaju dengan kecepatan rata-rata memasuki area parkir sekolah yang sudah terlihat ramai. Kedatangan mobil itu berhasil mengalihkan semua pandangan.
Pintu mobil terbuka. Sosok cowok bertubuh jangkung keluar dari dalam mobil. Wajah tampan beralis tebal dengan kulit putih serta bersih. Bibirnya tebal dan berwarna merah alami. Jangan lupakan dengan gaya rambut andalan cowok berusia tujuh belas tahun itu yang selalu acak-acakan di bagian depan.
Anak-anak cewek sudah memekik tertahan, melihat begitu sempurnanya ciptaan Tuhan dihadapan mereka saat ini.
Dia, Kafka Alfarendra. Cowok tampan, bukan mantan cover boy ataupun Boboiboy yang menjadi dambaan hati para siswi. Kafka berjalan santai dengan dagu sedikit terangkat. Kedua matanya menyorot tajam dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana khas sekolahnya.
"Ka! Kafka!" Suara teriakan dari arah belakang berhasil menghentikan langkah lebar Kafka. Siapa lagi yang berani memanggilnya lantang seperti itu kalau bukan si ketua playboy sekolah, Dino.
Kafka memutar tubuh dan menatap malas ke arah Dino yang kini sudah berdiri di hadapannya. "Apa?"
"Bayar hutang lo!" ucap Dino dengan tangan terulur menengadah ke arah Kafka. Suara Dino yang cukup lantang membuat beberapa murid disekitar menoleh.
Buju buset! Demi uang bulanannya yang tak kunjung naik! Kafka baru datang dan langsung ditagih hutang. Wah wah, Dino memang sahabat sarap yang tega menjatuhkan imagenya di depan banyak orang!
"Kampret lo, No! Hutang lo yang lima juta aja gue ikhlasin. Sekarang hutang gue lima ratus ribu aja lo tagih." Kafka melanjutkan langkahnya yang dibuntuti oleh Dino.
"Lima ratus ribu juga duit, Bro. Lagian kalau nggak urgent banget juga nggak bakal gue tagih. Masalahnya uang bulanan gue belum juga di transfer dan siang ini gue mau jalan sama Clarissa, kan gengsi kalau malah gue yang minta traktiran sama dia," ucap Dino sambil merangkul pundak Kafka.
Kafka mendengus. Menghentikan langkah dan menatap jengah pada Dino. Ia mengeluarkan dompet, mengambil lima lembar uang seratus ribuan lalu menyodorkannya pada Dino. "Nih, udah lunas semua hutang gue sama lo."
"Nah, gini kan enak." Dino tersenyum merekah, memasukan lima lembar uang dari Kafka ke dalam saku celana abu-abunya.
Kedua remaja tampan itu kembali melangkah melewati koridor yang mulai ramai dilewati siswa-siswi.
Ditempat yang berbeda, suara dering ponsel mengganggu tidur cantik Lyra. Dengan mata yang masih terpejam, Lyra mengambil ponsel diatas nakas. Matanya sedikit terbuka untuk melihat siapa siapa yang menghubunginya.
"Ngapain si Mela telpon gue?" Lyra mengangkat panggilan dari sahabatnya dengan mata yang kembali terpejam. "Apaan?"
"Lo dimana, Pijah?" Suara diseberang sana terdengar bisik-bisik.
"Lo ganggu tahu nggak. Padahal tinggal tiga detik lagi semua orang bilang "sah" di pernikahan gue sama Manu Rios," jawab Lyra nyolot.
"Lihat jam, woy!"