Mela menatap datar ke arah Lyra yang tengah menyengir lebar dengan tampang tak berdosanya.
"Lo bener-bener tega ya, Ra. Lo nggak tahu aja gimana paniknya gue pas denger lo pingsan tadi," sowot Mela.
Lyra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, cengengesan sok polos ke arah Mela yang langsung dihadiahi pelototan tajam.
"Habisnya gue bingung banget, Mel. Gue kira yang mergokin gue tadi itu guru, eh tahunya siswa. Mau langsung batalin aksi pingsannya, tapi takut dia laporin gue ke BK nanti," ujar Lyra membuat Mela berdecak sebal.
"Jadi lo udah bohongin gue?" Suara berat bernada dingin terdengar dari arah pintu, seketika Lyra menutup mulut lalu menoleh dengan mata terbelalak.
"Mampus gue!" desahnya pelan lalu mulai menyengir lebar.
"Eh, hai." Lyra cengengesan. "Udah balik lagi rupanya," ucap Lyra basa-basi, membuat Mela yang berdiri di sampingnya melongo bodoh saat tahu kalau cowok yang dibohonginya adalah Kafka.
Kafka yang saat ini sudah berdiri di bersebelahan dengan Mela, menatap Lyra dengan tajam. Jangan lupakan dengan tangannya yang membawa sepiring nasi serta segelas air teh hangat yang baru saja ia beli dari kantin. "Lo buat waktu gue terbuang sia-sia tahu nggak," ucapnya ketus.
"Nggak sia-sia kok, lo udah bantuin gue berarti lo dapat pahala." Lyra segera berbicara dengan cepat. "Oh ya, sini nasinya. Gue udah laper banget, nggak sempat sarapan di rumah." Sekali lagi Lyra menyengir lebar, membuat Mela memejamkan mata sambil menepuk jidatnya sendiri.
"Kok lo bego banget sih, Ra. Bukannya minta maaf juga," bisik Mela sambil melirik tampang Kafka yang menatap Lyra semakin tajam.
"Apaan sih, Mel? Gue bisa pingsan beneran kalau nggak cepat-cepat makan. Lo lupa ya, kalau gue punya magh." Kemudian Lyra langsung mengambil alih piring serta gelas dari tangan Kafka, lalu meletakkan memberikan gelas tersebut pada Mela untuk memegangnya.
Lyra yang hendak menyuap menoleh ke arah Kafka yang masih setia berdiri di tempat. "Terus lo ngapain masih di sini? Udah sana pergi aja, gue nggak apa-apa kok. Udah ada Mela juga yang nemenin."
Jantung Mela sudah berdebar kencang melihat wajah cowok di sebelahnya sudah merah padam menahan emosi karena tingkah sahabatnya itu.
Sebelum melangkah keluar dari ruangan, Kafka menatap Lyra dari atas kepala hingga ujung kaki. Benar-benar asing.
"Eh, tunggu!" teriakan Lyra berhasil menghentikan langkah kaki Kafka yang sudah berada di ambang pintu.
"Makasih ya, udah bantuin gue." Lyra berucap begitu Kafka menoleh. Tanpa merespon ucapan Lyra, cowok itu kembali mengambil langkah. Namun secara tiba-tiba Lyra kembali meneriakinya. "Jangan laporin gue juga ke guru BK, nanti pahala lo bisa ditarik lagi sama malaikat. Mau lo?"
Kafka tidak peduli dan tetap melajukan langkahnya. Sedangkan Lyra kembali menyuap makanannya.
"Astagfirullah! Tobat gue punya sahabat bego kayak lo, Ra!" Mela mengusap dadanya dengan dramatis, membuat Lyra mengerjap-ngerjap bodoh menatap Mela dengan bingung.