Setelah salat Asar di masjid yang tak jauh dari apartemennya, Radit seperti terburu-buru. Ia hanya mengambil handphone-nya yang tertinggal di kamarnya. Setelah itu, ia kembali keluar dan berpamitan lagi pada Mang Udin tanpa mengatakan dengan jelas tujuannya.
“Saya keluar dulu, Mang!”, seru Radit sambil membuka pintu dan meninggalkan Mang Udin.
“Hati-hati, Den!”, ucap Mang Udin.
Radit pemuda baik. Radit tidak melakukan yang aneh-aneh di luar. Justru saat itu, ia akan menemui kakek dan nenek di lantai bawah. Kakek dan nenek yang luar biasa di matanya. Siang tadi, kakek mengundang Radit untuk minum teh. Radit akan memenuhi undangan itu. Mang Udin agak bingung. Putra majikannya itu bukannya istirahat, tapi malah seperti hendak pergi lagi. Entah ke mana. Namun, Mang Udin tidak berani menanyakan apa yang sebenarnya akan dikerjakan putra semata wayang majikannya itu di luar sana. Radit juga tidak mengambil kunci mobil yang menggantung dekat meja bar. Mang Udin pun meyimpulkan kalau tujuan Radit tidak jauh, masih sekitar apartemen.
Radit keluar dari lift masih menggunakan pakaian rapi, setelah kembali dari masjid. Kemeja berwarna toska dan celana hitam berbahan katun. Ia langsung menuju ke tempat kakek dan nenek itu tinggal. Radit menekan bel. Wanita paruh baya membukakan pintu dengan langkah gontai.
Setelah pintu terbuka, Radit mengucapkan salam dan mencium tangan nenek yang sudah keriput itu. Tulangnya pun sangat terasa keras dalam genggaman Radit. Seolah daging yang membungkus tulang itu sudah mulai menipis. Itulah sebabnya urat-urat di tangannya tampak menonjol berwarna hijau di sela-sela kulitnya yang putih. Namun, wanita itu sangat istimewa. Wajahnya selalu menampakkan keceriaan sejak pertama Radit melihatnya. Pembawaannya sangat ramah dan rendah hati. Penampilannya sederhana, meskipun tetap saja terlihat elegan. Saat itu, nenek mengenakan rok berwarna marun polos sepasang dengan atasanny,a dibalut pasmina yang baru saja ditemukan karena perjuangan suami tercintanya.
Nenek membalas salam Radit dan menyambut baik saat Radit mencium punggung tangannya, seraya mempersilakan Radit masuk ke apartemennya dengan hangat.
“Nak Radit, ayo, sini duduk. Nenek sudah menebak kalau Nak Radit pasti akan datang. Alhamdulillah, ternyata dugaan Nenek benar”, ucapnya dengan agak terbata-bata karena napasnya yang mulai pendek.
“Nah, itulah sebabnya Nenek sudah siapkan teh paling enak dan wangi buat Nak Radit”, tuturnya dengan semangat.
“Nak Radit pasti suka”, ucapnya bangga dan sangat percaya diri.
“Iya, Nek. Radit tentu saja datang karena tidak mungkin Radit melewatkan kesempatan yang sangat berharga ini, bertemu nenek dan kakek”, puji Radit dengan santun dan membuat nenek tersanjung.
“Kakek ke mana, Nek?” tanya Radit, matanya menyapu sekitar ruangan dan tetap menunjukkan sopan santun.
“Kakek sedang ganti baju selepas salat Asar dan zikir sore”
“Wah, ada Nak Radit ”ucap Kakek yang keluar dari kamarnya.
“Assalamu’alaikum, Kek”, sapa Radit sambil beranjak berdiri mencium tangan Kakek Panji.
Kakek menyambut hangat uluran tangan Radit sambil menepuk-nepuk pundak Radit. Dari wajahnya, kakek nampak senang sekali dikunjungi oleh Radit.
“Ayo diminum tehnya, Nak Radit”, seru Kakek.
Radit menyeruput teh yang disuguhkan kepadanya. Rasa dan aroma teh itu tak asing di lidahnya. Ternyata teh melati yang diproduksi di pabrik ayahnya. Namun, Radit tak mengatakan hal itu. Ia tak ingin identitasnya sebagai putra dari pemilik pabrik Teh Melati terungkap. Radit lebih nyaman dianggap sebagai pemuda sederhana, yang jauh dari kata glamour.
“Kakek tak menyangka. Kamu datang ke sini, Nak!”
“Saya menyambut baik ajakan Kakek Panji siang tadi”, ucap Radi malu-malu.
“Bagus sekali, Nak! Kakek bangga padamu.”
“Ada banyak hal yang ingin Kakek wariskan padamu”, ucapnya.
“Kakek tahu, kamu anak yang baik”, lanjutnya.
Radit tampak bingung dengan ucapan Kakek Panji. Hanya saja, ia berusaha menyembunyikan kebingungannya itu.
“Bagaimana Kakek bisa menilai kalau saya ini baik, Kek?” tanyanya penasaran.
“Ha..Ha...Tenang Radit, kakek bukan paranormal”, kakek tertawa dengan renyah menampakkan gigi palsunya yang berjajar rapi.