Fatamorgana

Layaly
Chapter #12

Kepedihan Kembali Mendera

Radit selalu ingin membahagiakan istrinya. Rencananya pun berjalan lancar. Niat tulusnya membawa keberkahan. Radit jadi teringat pada nasihat Kakek Panji saat di apartemennya. Jika seorang laki-laki membahagiakan istrinya dengan tulus, keberkahan akan menyertainya.

“Hem, aku jadi kangen Kakek Panji”, ucapnya

Saat Radit menikah, Kakek Panji tidak bisa hadir karena Nek Sarma sedang sakit. Kakek Panji mengirimkan ucapan selamat dengan mengirimkan karangan bunga dari flower shop terkenal di Parahyangan. Ternyata tidak hanya itu. Sopir pribadinya datang memberikan saputangan rajutan karya Nek Sarma serta amplop berisi uang yang berisi cek. Saat itu, jumlah uang dari Kakek Panji sangat fantastis. Radit memanfaatkan uang pemberian Kakek Panji dengan baik.

“Manfaatkan uang ini untukmu memulai hidup baru, Nak Radit. Langkah pertama, gunakan dulu untuk bersedekah. Selanjutnya untuk modal bisnismu. Kakek dan Nenek mendoakan semoga kesuksesan menyertai keluargamu” itulah ucapan kakek yang tertulis pada amplop berisi cek.

Saat membacanya, tanpa sadar air mata Radit berderai. Lina mengusapnya dengan saputangan dari Nek Sarma. Radit benar-benar terharu kala itu.

Radit pun berniat memperkenalkan Lina kepada Kakek Panji dan Nenek Sarma. Radit ingin bersilaturahmi dengan mereka sekaligus membagikan kabar gembira atas kehamilan isri tercintanya. Radit sudah membayangkan senyuman Nek Sarma dan gelak tawa Kakek Panji saat mendengar Radit akan menjadi seorang ayah. Radit sudah tak sabar ingin mengunjungi dua orang tua yang menjadi sumber inspirasi dalam kehidupan rumah tangganya.

Sebenarnya, beberapa hari setelah melangsungkan pernikahan Radit sudah berencana menemui mereka. Namun, saat itu kakek dan nenek sedang menunaikan ibadah umrah. Tentu saja sekalian mengunjungi putranya di sana. Kali ini, Radit bertekad untuk bertemu dengan orang lain rasa orang tua baginya. Di hari Sabtu pagi, Radit pun hendak melancarkan niatnya. Ia menemui Lina yang sedang asyik memasak.

“Sayang, sedang masak apa? Wah sedang bikin puding juga, ya? Bisa gak bikin pudingnya diperbanyak lagi, Sayang. Bahan-bahannya masih ada, kan?” Radit menyerbu Lina dengan berbagai pertanyaan. 

“Saya teh sedang buat masakan dan puding stoberi kesukaan Den Radit”, Lina menggoda Radit.

“Kalau mau diperbanyak, saya siap membuatkannya, Den!”, ucapnya lagi.

“Kamu...ya...selalu bikin aku salah tingkah”, Radit mencubit pipi Lina yang sedikit chubby karena berat badannya meningkat sejak sedang mengandung.

“Begini, Sayang. Aku mau ngajak kamu berkunjung ke rumah Kakek Panji dan Nenek Sarma. Nah, aku juga mau mereka mencicipi masakan istriku yang super enak. Itulah sebabnya aku minta masaknya diperbanyak”.

Lina senang sekali mendapat pujian dari suaminya. Ia menjadi makin bersemangat memasak. Setelah semua masakan telah siap, Lina mengemasnya dengan rapi dan membuat masakannya makin menggugah selera.

“Wah Kakek Panji dan Nenek Sarma pasti akan senang. Aku akan memberi kejutan kepada mereka. Aku tidak akan memberi tahu mereka kalau kita akan datang ke rumahnya, Sayang”

Lina hanya tersenyum. Ia telah hafal dengan sikap Radit yang senang memberi kejutan. Lina pun berganti pakaian. Seperti biasa, penampilan Lina sangat sederhana, namun tetap memukau di mata Radit. Demikian juga dengan Radit. Radit berganti baju. Ia memakai kaos berkerah, celana panjang berbahan katun berwarna hitam, dan topi bertuliskan huruf R. Sangat elegan. Radit sudah pantas menjadi seorang ayah muda yang penyayang. Sambil menunggu Lina, yang masih mengemas makanan, Radit memanaskan mobil tuanya. Kesuksesan memang telah ada dalam genggamannya. Namun, Radit tidak lantas mengganti mobil kakeknya. Mobil itu akan terus dia rawat. Radit berencana akan membeli mobil baru saat akan mendekati kelahiran putranya. Rencananya mobil itu tetap akan dijadikan koleksi pribadinya. Bagaiman apun, itu adalah kenang-kenangan dari kakeknya.

Dua jam kemudian, sampailah Radit di apartemen mewah yang terletak di pusat kota Parahyangan. Radit membawa goodie bag berisi masakan istrinya untuk Kakek Panji dan Nenek Sarma. Radit berjalan perlahan mengimbangi langkah istrinya yang sedang mengandung buah hatinya.

“Sayang, dulu aku selalu singgah di apartemen ini setiap ke Parahyangan. Ya, sebelum mengunjungi perkebunan. Sekarang, aku tak punya hak lagi untuk bersantai di tempat itu. Namun, ada orang yang sangat aku kagumi di sini.

“Kamu ingat kan, amplop berisi cek, saputangan rajutan serta karangan bunga yang dikirim saat pernikahan kita?”, tanya Radit pada istrinya.

Lina berusaha mengingatnya kemudian mengangguk. Lina teringat pada saputangan rajutan yang indah.

“Itu dari Kakek Panji dan Nenek Sarma, Sayang”, Radit begitu antusias memberi penjelasan.

“Nah, kamarnya yang ada di koridor ini”, Radit menunjuk ke arah apartemen Kakek Panji.

“Assalamu’alaikum”, Radit mengucapkan salam sambil mengetuk pintu apartemen Kakek Panji. 

Lihat selengkapnya