Radit benar-benar melakukan apa yang dipesankan almarhum Kakek Panji padanya. Ternyata hasilnya pun sesuai harapan. Perlakuan lembut dan kasih sayangnya pada Lina, dibalas oleh Allah dengan keberkahan dalam keluarganya. Usaha Radit makin berkembang pesat. Hal ini sangat jarang dialami oleh pengusaha muda seusianya. Bisnisnya benar-benar maju. Jika dibuat grafik, akan tergambar garis yang terus naik secara konsisten.
Pak Hadian mendengar kabar mengenai usaha Radit yang makin maju. Dalam hal ini, Pak Hadian sangat bangga kepada putranya. Radit mampu meniru langkahnya, bahkan hasilnya melebihi dirinya saat seusia Radit. Ternyata Radit dapat membuktikan janjinya untuk menjadi anak yang mandiri dan sukses. Perjuangannya selama bertahun-tahun telah tampak hasilnya. Kini, kehidupan Radit pun jauh lebih baik dari sebelumnya.
Radit tidak hany ammapu membeli rumah untuk keluarga kecilnya. Radit juga merenovasi rumah mertuanya menjadi lebih nyaman. Pak Rohim dan Bu Ida merasa bersyukur memiliki menantu seperti Radit.
Pak Hadian yang memiliki harga diri sangat tinggi itu sebenarnya ingin bertemu menantunya. Terlebih saat ini sedang mengandung cucunya. Namun, egonya mengalahkan segalanya. Pak Hadian lebih memilih diam, seolah tetap tak peduli pada kehidupan putranya. Sebaliknya dengan Radit. Ia ingin membuktikan bahwa dia bisa membuat hidupnya lebih baik tanpa bantuan materi dari ayahnya. Radit berharap ayahnya terbuka hatinya untuk bisa menerima keluarga kecilnya.
Menurut prediksi dokter, minggu ini saatnya Lina melahirkan. Saat sedang memasak, Lina tiba-tiba merasakan mulas sampai susah untuk berjalan. Lina memegangi kursi makan sambil terus memanggil suaminya. Untunglah posisi Radit tidak jauh dari situ. Radit yang sedang menyeduh kopi langsung berlari menolong istrinya.
“Bang, mulas sekali”, seru Lina dengan keringat membasahi pipinya.
Radit yang sudah tahu perkiraan dokter mengenai kelahiran istrinya segera bersiap-siap untuk membawa Lina ke rumah sakit bersalin. Lina telah mempersiapkan barang yang harus dibawa dari jauh hari sebelumnya. Hal itu memudahkan Radit untuk membawanya.
30 menit kemudian, sampailah Radit dan Lina di rumah sakit. Lina didorong menggunakan brankar ke kamar bersalin oleh petugas rumah sakit. Radit terus menggenggam tangan Lina dan berdoa. Setelah dicek tekanan darah dan sebagainya, kondisi Lina memungkinkan untuk melahirkan secara normal. Namun, Lina masih dalam tahap pembukaan dua. Sambil menunggu proses melahirkan, Radit segera menelepon orang tua Lina. Tanpa banyak berpikir, Pak Rohim dan Bu Ida segera ke rumah sakit diantar oleh salah satu sopir di perkebunan menggunakan mobil barang. Keduanya telah sampai di rumah sakit sebelum cucu mereka lahir. Bu Ida langsung menemui putrinya dan memberi nasihat.
“Tenang ya, Lin. Diatur napasnya dan teruslah berdoa”, seru ibunya.
Lina hanya mengangguk. Rasa mulasnya semakin menjadi-jadi. Radit terus menemani Lina dengan setia. Lina merejan sekuat tenaga, menarik napas, merejan lagi, dan keluarlah bayi perempuan cantik dari rahimnya. Dokter mengangkat bayi itu, memotong ari-arinya, dan membersihkannya diiringi tangisan bayi yang cukup keras. Radit kemudian mengumandangkan azan di telinga kanan putri cantiknya dan iqamah di telinga kirinya. Semua tampak terharu menyaksikan kelahiran putri Radit Putra Hadian.
Radit tak lupa mengabadikan proses kelahiran putrinya. Radit ingin menunjukkan kepada orang tuanya suatu saat nanti. Pak Rohim dan Bu Ida tak sabar ingin menggendong cucu pertamanya. Setelah ada kesempatan itu, Bu Ida menggendong dan membelai cucu perempuannya dengan lembut,
“Masya Allah cantiknya. Mirip siapa ini, ya? O iya neng cantik ini namanya siapa, ya?”, tanya Bu Ida sambil terus menimang dan menatap cucunya.
“Kami sudah mempersiapkan namanya, Bu. Selvia Putri Raditya dan bisa dipanggil Via”, ucap Radit tegas.
“Nama yang bagus itu, Den”, timpal Pak Rohim sambil mengacungkan jempolnya.
Setelah kembali ke rumah, Radit mengirimkan video proses kelahiran Via ke mamahnya dan menuliskan caption, “Alhamdulillah Selvia Putri Raditya telah lahir dengan selamat dan sehat. Mohon doa dari Eyang agar Via menjadi anak yang saleha dan berguna bagi sesama. Jika Eyang berkenan, di hari ketujuh kelahiran Via, datanglah ke acara syukuran akikah lahirnya Via di Jalan Pradana Kompleks Tulip Residence Blok B-43 Parahyangan”.
Bu Dita menunjukkan video itu kepada Pak Hadian. Tanpa disadari, keduanya menangis haru.
“Putra kecil kita sekarang ini sudah menjadi seorang ayah, Mah!”, ucap Pak Hadian sambil menyandarkan kepala istrinya di bahunya yang kekar.
“Sejak kecil, Radit memang paling pintar membuat hati kita luluh ya, Mah”, tambahnya. Bu Dita hanya mengangguk sambil menyeka air matanya.
Di tengah rasa haru setelah mendapatkan cucu pertama dari putra satu-satunya, ada hal yang membuat Pak Hadian bingung. Sahabatnya, Dodi Anggara yang merupakan ayah dari Tiara ingin menarik semua sahamnya di pabrik teh melati miliknya. Pak Dodi merasa sia-sia bekerjasama dengan Pak Hadian karena putrinya tidak jadi dijodohkan dengan putra Pak Hadian, Radit.