FaThin

Nurusifah Fauziah
Chapter #2

Ayo Lari

Secangkir teh hangat, salad sayur, beberapa buah dan roti sudah memenuhi meja makan. Menu sarapan paling disukai ibu dan aku. Berbeda dengan ayah yang lebih menyukai roti dan makanan manis. Menurut ayah makanan manis membuat mood-nya baik sepanjang hari.

Pagi ini aku akan menjalani ujian praktik karena sebentar lagi mendekati Ujian Nasional.

“Kak, hari ini Ayah akan menghadiri rapat pagi jadi, Ayah tidak bisa mengantar ke sekolah,” ucap ayah sembari memotong rotinya.

“Kan ada Ibu yang bisa antar kakak Yah, iya kan Bu?” jawabku sambil tersenyum kearahnya.

Ibu hanya membalas dengan menggeleng, kami pun tertawa bersama.

Waktu menunjukkan pukul 06.30 pagi. Ayah sudah lebih dulu menancapkan gasnya 20 menit yang lalu. Saatnya untukku berangkat.

Ibu mengantarku dengan mobil putihnya. Sepanjang perjalanan aku merasa sangat bersemangat.

“Nanti ujian praktik apa kak?” tanya ibu.

“Penjaskes Bu, sepertinya akan praktik lari, jadi kakak pakai sepatu ini. Terima kasih ya Bu sudah belikan sepatu yang kakak inginkan,” jawabku sambil tersenyum ke arah ibu.

“Iya kak sama-sama. Semangat ya kak, Ibu yakin kakak pasti bisa menjalaninya,” ucap ibu mengelus rambutku.

Aku jadi bertambah semangat karena ibu. Aku senang sekali karena ibu yang mengantarku ke sekolah. Jadwal kerja ibu sebagai dokter sangat padat. Sampai terkadang aku dan ayah yang mendatangi rumah sakit tempat ibu bekerja untuk mengantar makan siang dan membeli bunga krisan berwarna ungu, bunga kesukaan ibuku. Bagi kami makan bersama di ruang kerja ibu juga hal yang menyenangkan.

Teringat ketika aku melirik ke arah meja kerja ibu, kulihat ada banyak sekali dokumen, bingkai foto yang berisi foto kami saat pergi berlibur ke Jogja. Disamping bingkai foto terdapat juga vas bunga yang berisi bunga krisan berwarna ungu kesukaan ibu. Kulihat tampak ada beberapa yang menjadi layu. Aku menggantinya dengan bunga krisan baru yang kubeli saat menuju ke sini. Ibu berkata bahwa bunga krisan ungu adalah simbol untuk keinginan hidup sehat. Karenanya bunga tersebut menjadi salah satu acuan ibu tetap semangat bekerja untuk mengobati pasien-pasiennya.

Setibanya di sekolah, kami mengucapkan semangat satu sama lain. Ibu membuka kaca mobilnya dan melambaikan tangan ke arahku. Aku membalas dengan senyuman ke arahnya.

Aaahhh aku sungguh bertambah semangat sampai ingin meledak rasanya. Berjalan memasuki gerbang sekolah aku disambut banyak sekali ucapan pagi dari para siswa. Terkadang aku merasa tak enak sendiri karena mereka begitu menyukaiku. Melihatku dikerumuni tiba-tiba saja Tia dan Santi datang dengan sinis. Mereka sudah melihatku dari kejauhan rupanya.

“Seperti selebriti saja dikejar-kejar setiap hari,” ledek Santi.

“Santi, kamu terlihat besemangat sekali, ini akan jadi hari yang melelahkan. Membayangkannya saja sudah membuatku lelah!” ucap Tia sambil tertawa.

Mendengar mereka aku hanya tersenyum ke arah sepatuku kemudian melanjutkan berjalan sampai ke kelas. Sesampainya di kelas aku mendapati mejaku banyak ucapan semangat, cokelat dan bunga. Aku terheran dan merasa tak enak dengan temanku yang lainnya. Jadi kuputuskan untuk memberikan semua cokelat yang kudapat ke masing-masing temanku di kelas.

Mereka tampak kecewa denganku.

“Maaf ya bro, aku gak terbiasa makan cokelat atau makanan manis lainnya,” ucapku mengklarifikasi.

Aku membagikan satu persatu, kali ini giliran Kathrine. Walau kutahu dia terlalu pendiam namun, aku akan tetap mencoba memberikannya.

“Kathrine ini buat kamu ya,” ucapku.

“Hey jangan beri dia, kamu gak lihat Thin dia sudah gendut gitu kamu kasih cokelat lagi yang ada nanti malah tambah lebar,” ledek Rio.

Seluruh temanku tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Rio. Aku menjadi sangat marah mendengarnya.

“Kamu kira kamu sudah sempurna?!!” tegasku.

Lihat selengkapnya