FaThin

Nurusifah Fauziah
Chapter #3

Piala Pertama Putih Biru

Suara gemercik air membangunkanku lebih cepat. Saat awan masih gelap berbalut dinginnya angin fajar. Kulihat jam di dinding masih di angka 05.00 pagi. Matahari pun masih terlelap. Kutarik kembali selimut yang rupanya terlepas jatuh ke lantai dan melanjutkan tidurku.

Hari ini adalah hari Sabtu, waktu yang tepat untuk bangun sedikit lebih lambat. Aku terlalu banyak belajar kemarin sampai lupa akan waktu istirahat. Hari ini biarkan aku sedikit saja bermalas di kasur yang seolah memelukku erat.

Beberapa jam kemudian sinar matahari mulai bangkit. Menembus jendela menerangi seisi kamar. Aku memutuskan untuk bangun dari kasur. Sudah pukul 07.45 rupanya. Ku awali hari dengan melakukan perenggangan di samping kasur.

Sepuluh menit berlalu. Aku beranjak dari kamar menuju ruang dapur.

"Bu... Ayah...??" teriakku memanggil mereka.

Rumah ini hening. Mereka bekerja rupanya. Padahal ini hari Sabtu. Ahh menjadi dewasa kurasa sangat melelahkan. Aku baru saja terbangun dari tidur, mereka malah sudah sibuk mengatur dunia.

Aku terdiam beberapa saat. Aku menoleh ke arah meja makan yang terdapat tudung saji di atasnya. Aku menghampiri dan membuka tudung saji tersebut. Rupanya terdapat satu porsi yang berisi putih telur rebus, potongan alpukat, dan jagung manis memenuhi piring berwarna hijau tosca. Disamping piring juga terdapat catatan kecil yang bertuliskan

"Kak, ayah dan ibu berangkat ya. Jangan lupa sarapannya dihabiskan. Ibu juga sudah menyiapkan jus mangga di dalam kulkas. Sampai bertemu nanti sore ya kak :)

♡Ibu& Ayah♡ "

Aku menyesal bangun terlambat hari ini, karena aku tidak mendapati mereka ketika terbangun.

Hufft andai bisa kuulang waktu....

Kuambil handphone untuk memotret diriku yang sedang menyantap sarapan, kemudian kukirim ke WhatsApp ibu.

Selepas sarapan aku tak tahu harus melakukan apa. Aku berpikir sejenak. Sepertinya aku bisa bermain gitar untuk mengisi waktu luang ini.

Aku bergegas ke ruang musik. Syukurlah aku mempunya kalian sebagai teman di rumah, karena kalian rumah ini jadi tak terasa begitu sepi, dan karena kalian juga rumah ini memiliki melodi tersendiri dihidupku.

Bicara soal gitar, aku jadi teringat tahun lalu. Hari itu sekolahku mengadakan festival Jepang. Sebanyak 500 tiket sudah terjual habis. Festival saat itu tak ingin ku sia-siakan hanya menjadi penonton saja seperti dua tahun lalu, tetapi aku juga akan mengikuti perlombaan yang digelar, yaitu lomba menyanyi berbahasa Jepang. Kebetulan aku memang menyukai anime Naruto sejak Sekolah Dasar. Sebab itu aku menjadi tertarik juga pada lagu berbahasa Jepang.

Aku teringat saat mendengar suara ibu memanggilku untuk segera ke ruang makan. Aku pun bergegas menyiapkan diri kemudian menuju ruang makan.

“Kak, katanya kakak mau ikut lomba festival ya, gitarnya jangan lupa dibawa,” ucap ibu sembari menuangkan susu ke gelasku.

Lihat selengkapnya