FaThin

Nurusifah Fauziah
Chapter #4

Pergi Tanpa Kata

Aku mulai menyesuaikan diri sekarang. Menjelang Ujian Nasional bukanlah perkara yang bisa dianggap enteng. Ibu selalu berkata bahwa untuk bisa memetik buah perlu proses yang sangat panjang. Kita harus mencari bibit yang terbaik untuk ditanam, kemudian meletakkannya di tempat yang benar, setelah muncul tunas kita harus memastikan sumber matahari yang cukup agar bisa tumbuh menjadi sebuah pohon. Tak hanya matahari, tumbuhan juga memerlukan elemen lain seperti air untuk sumber kekuatan. Jika pohon sudah tumbuh dengan akar yang kokoh, kita masih perlu menunggu untuk melihat buahnya muncul. Nah saat proses kita menunggu itu lah yang menentukan. Apa yang ada dipikiranmu? Bersabarkah? Atau menghakimi sang pohon agar cepat memberikan buahnya padamu?

Semenjak perkataan ibu hari itu, aku selalu berpikir apa yang kulakukan harus dimaksimalkan dengan baik. Jika terus menekuninya, aku akan memetik hasilnya di kemudian hari.

Meski jadwal bekerja ayah dan ibu sangat padat, mereka tetap memberikan cara terbaik untukku belajar. Sudah hampir satu tahun aku berdansa dengan semua mata pelajaran tambahan dari sekolah dan bimbel di luar sekolah. Senin dan Kamis adalah jadwal pengembangan materi di sekolah. Selasa, Rabu dan Jum'at adalah jadwal bimbel khusus di luar sekolah. Sabtu adalah jadwalku berlatih alat musik di rumah. Dan hari Minggu, biasanya kupakai untuk berolahraga renang di rumah.

Aku menata meja belajar yang penuh dengan berbagai macam buku. Hari ini adalah jadwal untuk kedatangan tamu baru di rak buku. Ayah dan ibu sudah menunggu di mobil. Aku bergegas menghampiri mereka.

Hari Minggu di kota Jakarta yang sangat padat. Jadwal keluargaku hari ini adalah membeli buku dan membeli kebutuhan makanan untuk stok. Karena pekerjaan ibu sangat padat, ibu tak bisa setiap hari membeli bahan pangan. Jadi ketika ibu memiliki waktu libur, ibu akan berbelanja jika stok di rumah mulai habis. Kami menuju Mall di bilangan Pondok Indah yang letaknya tak jauh dari rumah kami.

Setibanya di sana, yang pertama kami kunjungi adalah Gramedia Book Store. Salah satu tempat kesukaanku, karena di sini banyak sekali rahasia dunia. Di pintu masuk kami sepakat untuk tiba di kasir 20 menit lagi. Entah apakah itu adalah waktu yang cukup untukku, karena aku bisa lupa waktu jika sudah bercengkrama dengan mereka. Aku meminta tambahan waktu 5 menit dari kesepakatan. Jadi kami memiliki waktu 25 menit untuk menjelajah, kemudian mulai berpencar.

Kami memiliki hobi tersendiri dalam membaca buku. Tentu saja sesuai dengan kehidupan masing-masing. Ayah biasanya membeli buku cara untuk menjadi pimpinan yang sukses. Ibu biasanya membeli buku tentang bedah operasi. Dan aku, banyak yang kubeli. Mulai dari novel, buku rumus untuk pelajaran matematika, fisika dan kimia, ada juga kamus bahasa asing, dan baru baru ini aku sedikit tertarik untuk membeli beberapa buku tentang motivasi menjalani kehidupan. Disaat melihat ibu dan ayah terkadang aku menjadi penasaran apa yang membuat mereka begitu sibuk bekerja, karena itu aku membeli beberapa buku orang yang sukses dalam kehidupannya. Meskipun aku sudah membaca beberapa, tetapi tetap saja pikiranku belum menjangkaunya. Kupikir nanti akan tiba saatnya aku berada di posisi mereka.

Aku melihat-lihat sekitar rak kamus. Aku sudah membeli kamus bahasa Jepang dua tahun lalu. Apa yang harus kubaca di tahun ini ya? Mataku sibuk mengitari bersama dengan menyeret jari telunjukku. Sampai jariku terhenti di sebuah kamus bahasa Korea. Sepertinya menarik.

Perlu diketahui, bahwa memilih buku pun tak mudah. Setiap buku memiliki keunggulannya. Mereka juga saling bertarung untuk bisa memikat para pembeli. Bagiku saat berada di hadapan mereka, mereka seperti beradu kata "Ayo ambil akuuu, tidak jangan dia lebih baik ambil aku saja" Meski begitu, membeli buku tetaplah menyenangkan. Kita hanya perlu mengetahui isi dan manfaat dari buku yang akan kita beli.

Bagian mana yang perlu dilihat lebih dulu saat mengambil buku? Bagian terbaiknya terletak pada bagian belakang, karena disana terdapat rangkuman yang akan membawamu pada tujuan untuk membelinya. Buku yang tersegel tidak boleh dirusak meskipun merasa begitu penasaran dengan isinya. Kita perlu memahami intinya dahulu dari balik buku tersebut, setelah membeli barulah bisa mempelajari tiap halaman. Jangan hanya melihat sampul yang tampak menarik, karena penampilan bisa saja menipu. Itu adalah nasihat ibu saat pertama kali mengajakku membeli buku. Dan aku masih mengingatnya hingga hari ini.

Setelah aku terpikat oleh kamus bahasa Korea, aku melanjutkan pencarianku. Ahh bagaimana kalau menuju rak novel? Aku perlu bacaan selain rumus-rumus pelajaran yang setiap hari menjeratku. Perlahan semakin dekat dengan rak novel. Setibanya tepat di depan rak novel, aku mengambil satu untuk kumiliki.

Tak terasa waktu sudah habis begitu cepat. Kali ini aku hanya dapat dua buku. Meski sedikit tetaplah membaca hal baru.

Menjelajah rahasia dunia sudah kami lakukan, sekarang saatnya kita untuk mengisi perut.

"Kakak mau makan apa?" tanya ibu kepadaku.

"Apa ya Bu? Hmmm kakak ikut Ayah dan Ibu saja mau makan apa," jawabku tersenyum.

"Bagaimana kalau kita makan menu Jepang? Ayah sudah membayangkan makan ramen yang super pedas!" sahut ayah sembari mengelus perutnya.

"Oke ayo berangkaatt!!!" ucapku membentangkan tangan ke depan layaknya adegan di anime yang semalam kutonton.

Setibanya di restoran Jepang, kami langsung memesan. Kami menunggu beberapa menit sampai pesanan datang. Akhirnya beberapa menu sudah tersedia di meja. Saat aku sedang menyiapkan sumpit, tiba-tiba saja aku melihat Kak Roby bersama Tia melewati pintu depan tempat ini namun, aku tak menghiraukan mereka. Yang terpenting saat ini adalah aku sedang bahagia bersama ayah dan ibu. Mereka sudah lebih dari cukup untukku.

Satu jam kemudian kami beranjak dari restoran menuju supermarket yang berada di lantai dasar. Setibanya di sana kami berpencar untuk membeli kebutuhan masing-masing. Ayah memberi kami uang yang akan kami belanjai, dan sepakat untuk tiba di depan supermarket satu jam kemudian karena melihat antrean yang sangat panjang.

Aku teringat pada pembersih wajah dan body lotion yang hampir habis, aku bergegas ke area kosmetik. Setelah mendapatkannya aku kembali berjalan.

Di tengah perjalanan aku terbayang akan yogurt. Dengan sigap aku mendorong trolly menuju area yogurt. Mataku sibuk memilih rasa apa yang akan kubeli. Aku memilih sembari menyeret dengan jari. Tiba-tiba saja jariku menyentuh jari seseorang di samping. Seketika aku menoleh ke arahnya. Ternyata dia adalah Kak Roby! Aku diam tanpa kata.

"Maaf ya. Eh Fathin," ucapnya yang juga tampak terkejut melihatku.

"I..iyaa Kak, Fathin juga minta maaf," ucapku dengan sangat grogi.

Tak lama kemudian Tia menghampiri kami,

"Eh kamu sedang apa disini bersama pacarku?!" ucap Tia dengan nada tinggi.

"Kamu apa sih, gak malu apa ini tempat umum!" sahut Kak Roby menarik tangan Tia yang berusaha mendorongku.

"Dasar cewek ganjen, berani-beraninya kamu!" bentak Tia.

Lihat selengkapnya